ads
Inilah Hukum Mencium Al Quran

Inilah Hukum Mencium Al Quran

Smallest Font
Largest Font

MEDIAMU.COM - Dalam tradisi Islam, menghormati kitab suci Al-Qur’an merupakan bagian penting dari etika Islam dan adab terhadap Al-Qur’an. Berbagai bentuk penghormatan muncul, mulai dari cara menyimpan mushaf di tempat yang tinggi hingga membacanya dengan tartil dan penuh penghayatan. Salah satu ekspresi yang cukup sering ditemui adalah mencium Al-Qur’an. Bagi sebagian orang, mencium kitab suci ini dianggap sebagai tindakan untuk menunjukkan rasa cinta, takzim, dan penghormatan mendalam terhadap kalam Allah. Namun, belum semua orang mengetahui bagaimana hukum mencium Al-Qur’an dari perspektif syariat, termasuk pendapat ulama mencium Al-Qur’an yang beragam di berbagai wilayah Muslim.

Artikel ini akan mengupas tuntas topik tersebut berdasarkan dasar dalil yang ada, pandangan ulama terdahulu maupun kontemporer, serta bagaimana cara melakukannya dengan benar. Harapannya, pembaca bisa lebih memahami bahwa meskipun tidak terdapat dalil yang secara tegas mewajibkan atau melarang, sikap hati dan niat saat melaksanakan perbuatan ini menjadi penentu utama diterimanya amalan di sisi Allah. Selain itu, pembahasan tentang adab Islami dan prinsip memuliakan kitab suci juga akan dikupas untuk menegaskan pentingnya memelihara kehormatan Al-Qur’an.

Advertisement
ads
Scroll To Continue with Content

Dasar Dalil dan Landasan Hukum

Landasan utama dalam membahas hukum mencium Al-Qur’an berasal dari prinsip umum di dalam Islam yang menuntun umat untuk memuliakan segala yang berhubungan dengan Allah dan agama-Nya. Dalam Al-Qur’an, Allah berfirman:

“وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ.”

(QS. Al-Hajj [22]: 32)

Ayat ini menekankan pentingnya mengagungkan syiar-syiar Allah, yang ditafsirkan oleh banyak ulama mencakup pula menghormati kitab suci Al-Qur’an. Meskipun ayat tersebut tidak secara eksplisit menyebut “mencium Al-Qur’an,” ia menjadi dalil umum bahwa segala bentuk penghormatan yang tidak bertentangan dengan syariat dapat dibolehkan.

Dalam hadits, tidak ada penjelasan yang secara terang-benderang mewajibkan maupun melarang mencium mushaf. Karena itu, perbedaan pendapat lebih banyak berpusat pada manakah yang termasuk amalan mulia dan adab yang ditoleransi dalam Islam. Para ulama dari berbagai mazhab menjelaskan bahwa selama tindakan tersebut tidak disertai keyakinan berlebihan atau dianggap sebagai ibadah khusus yang harus dilakukan, maka diperbolehkan. Alasan utamanya ialah bahwa mencium kitab suci sama seperti menghormati jejak simbol-simbol Islam lainnya, selama tidak melanggar prinsip tauhid.

Salah satu pijakan fikih yang kerap dirujuk adalah kaidah “Asal sesuatu dalam muamalah adalah boleh, kecuali ada dalil yang melarang.” Dalam konteks ini, karena tidak ditemukan dalil sahih yang melarang, maka mencium Al-Qur’an dianggap sesuatu yang mubah (boleh). Di samping itu, menghormati Al-Qur’an dengan cara menyentuh, memegang dengan tangan kanan, serta menempatkannya di tempat yang lebih tinggi juga termasuk keutamaan. Dengan kata lain, penekanan lebih pada niat dan sikap hati dalam memuliakan kitab suci ketimbang sekadar formalitas ritual semata.

Pendapat Para Ulama Terkait Mencium Al-Qur’an (± 280 kata)

Pendapat para ulama tentang hukum mencium Al-Qur’an umumnya cenderung membolehkannya selama tujuannya adalah mengekspresikan rasa hormat dan cinta. Mereka merujuk kepada beberapa riwayat yang menunjukkan bahwa mencium benda-benda mulia terkadang dilakukan oleh para sahabat sebagai wujud penghormatan. Meskipun tidak ada hadits spesifik tentang mencium Al-Qur’an, analogi dengan penghormatan benda mulia lainnya, seperti Hajar Aswad, sering menjadi referensi.

Imam An-Nawawi, seorang ulama mazhab Syafi’i, pernah menyampaikan bahwa mencium Al-Qur’an bukanlah perkara yang diharamkan, mengingat tidak adanya dalil pelarangan. Selain itu, Ibnu Abidin dari mazhab Hanafi juga pernah menegaskan dalam kitabnya bahwa menempelkan Al-Qur’an pada mata atau mencium mushafnya tergolong perbuatan yang mubah jika dimaksudkan untuk pemuliaan. Mayoritas ulama mazhab Hambali dan Maliki pun tidak menemukan alasan untuk mengharamkannya, karena faktor utama ialah niat dan menghindari keyakinan keliru, misalnya menganggapnya sebagai ibadah khusus yang diwajibkan.

Meski demikian, ada pula segelintir pendapat yang lebih ketat. Mereka berargumen bahwa mencium Al-Qur’an tidak memiliki landasan dalil yang kuat dan khawatir hal ini bisa berkembang menjadi tradisi yang dianggap harus dilakukan, padahal tidak ada tuntunan langsung dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun, pendapat ini umumnya tidak sampai kepada derajat melarang total, melainkan sekadar menegaskan bahwa amalan tersebut tidak perlu dikaitkan dengan unsur kewajiban.

Terlepas dari perbedaan yang ada, hampir semua ulama sepakat bahwa adab terhadap Al-Qur’an harus dijaga dengan sungguh-sungguh. Baik yang mencium maupun tidak mencium, yang terpenting adalah menempatkan Al-Qur’an pada tempat tertinggi di hati dan memeliharanya dari segala bentuk pelecehan. Pandangan ini mengafirmasi pentingnya menjaga syiar Islam dan membina kecintaan mendalam pada kitab suci ini.

Apakah Mencium Al-Qur’an Merupakan Ibadah Khusus?

Salah satu pertanyaan umum yang kerap mengemuka ialah apakah mencium Al-Qur’an tergolong ibadah khusus yang punya tuntunan langsung dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Para ulama sepakat bahwa tidak ditemukan hadits sahih maupun hasan yang memerintahkan atau mencontohkan tindakan ini secara spesifik. Karena itu, tidak tepat jika seseorang meyakini bahwa mencium mushaf adalah ritual wajib yang menjadi bagian tak terpisahkan dari syariat.

Dalam fikih Islam, kategori ibadah khusus biasanya memiliki dasar yang jelas, baik dari Al-Qur’an, Hadits, atau ijma’ (konsensus) ulama. Contohnya adalah shalat, puasa, zakat, dan haji yang dirinci pelaksanaannya. Adapun mencium Al-Qur’an lebih tepat disebut sebagai bentuk ekspresi cinta dan penghormatan yang bersifat sukarela. Artinya, jika seseorang memilih untuk tidak mencium mushaf, ia sama sekali tidak berdosa. Sebaliknya, bila seseorang mencium mushaf dengan niat memuliakan kalam Allah, hal tersebut diakui sebagai bentuk amalan mulia yang sah-sah saja dilakukan.

Namun, perlu ditekankan agar tidak mengagungkan perbuatan ini hingga melebihi fungsi aslinya. Jangan sampai muncul anggapan bahwa pahala mencium mushaf sama dengan pahala ibadah fardhu, atau bahwa orang yang tidak melakukannya kurang menghormati Al-Qur’an. Dalam tatanan etika Islam, keikhlasan menjadi kunci. Bila mencium mushaf dilakukan murni karena cinta, hormat, dan upaya mendekatkan diri pada Allah, tindakan tersebut bisa menjadi sarana memperoleh keberkahan. Sebaliknya, jika dijadikan ajang riya’ atau sekadar pamer kesalehan, maka nilai ibadahnya akan hilang.

Dengan demikian, status mencium mushaf berada di ranah mubah: boleh dilakukan, namun tidak wajib. Poin pentingnya adalah tetap mengedepankan niat yang benar dan menjaga adab, tanpa menambah-nambahi aturan yang tak memiliki landasan dalil yang kuat.

Adab dan Tata Cara Mencium Al-Qur’an (± 280 kata)

Menjaga adab terhadap Al-Qur’an adalah kewajiban setiap Muslim, termasuk saat seseorang hendak mencium mushaf. Pertama, disarankan untuk memastikan diri dalam keadaan suci atau berwudhu sebelum memegang Al-Qur’an. Meskipun hal ini tidak selalu dianggap wajib oleh semua ulama, mayoritas sepakat bahwa membaca Al-Qur’an dalam keadaan suci lebih utama. Kedua, pastikan tangan dan mulut bersih saat akan mencium, mengingat kebersihan lahiriah menjadi bagian dari etika Islam dalam berinteraksi dengan segala bentuk ibadah.

Tata cara mencium Al-Qur’an sendiri tidak memiliki format baku. Biasanya, orang memegang mushaf dengan kedua tangan, menempatkannya di dekat dada atau mengangkatnya sejajar dengan wajah, lalu menyentuhkan mushaf ke bibir dengan lembut. Ada pula yang menempelkannya secara singkat ke dahi. Hal ini sepenuhnya bergantung pada kebiasaan setempat dan preferensi masing-masing, selama tidak menimbulkan keyakinan berlebihan. Setelah mencium, hendaknya seseorang menempatkan Al-Qur’an di tempat yang bersih dan terjaga kehormatannya, bukan diletakkan sembarangan.

Selain itu, hindari sikap berlebihan seperti beristighotsah atau meminta pertolongan langsung pada mushaf dengan meyakini ia memiliki kekuatan gaib. Al-Qur’an adalah kalam Allah, dan keberkahan datang dari Allah, bukan dari kertas atau sampulnya. Maka, mencium Al-Qur’an hendaknya dilakukan semata-mata sebagai bentuk penghormatan, sebagaimana menghormati syiar Islam lainnya. Untuk memperkuat niat, sebaiknya disertai doa agar Allah menanamkan kecintaan mendalam pada kitab suci ini dan memudahkan kita dalam mengamalkan isinya.

Praktik semacam ini juga sebaiknya diiringi dengan pembiasaan membaca, tadabbur (merenungkan makna), dan menghafal ayat-ayat Al-Qur’an. Jika mencium mushaf hanya menjadi seremonial kosong tanpa penghayatan, esensi menghormati Al-Qur’an akan luntur. Karenanya, berpikir jangka panjang untuk menggali kandungan Al-Qur’an jauh lebih penting daripada sekadar mencium fisik mushafnya.

Bentuk Penghormatan Lain Terhadap Al-Qur’an

Selain mencium Al-Qur’an, terdapat beragam cara lain untuk menunjukkan rasa hormat pada kitab suci ini. Pertama, membaca Al-Qur’an dengan tartil dan penuh tadabbur menjadi kunci utama. Ketika ayat-ayat Allah diucapkan dengan benar dan direnungkan maknanya, maka ruhani kita akan lebih dekat dengan sumber petunjuk. Membaca Al-Qur’an secara rutin pun dianggap sebagai amalan mulia yang mendatangkan pahala besar, sebagaimana sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa setiap huruf yang dibaca akan diganjar berlipat.

Kedua, menjaga mushaf dengan baik di tempat yang bersih dan terhormat. Kita bisa menyimpannya di rak atau lemari khusus, terhindar dari tempat yang lembap, kotor, atau rawan diinjak. Ini sejalan dengan prinsip dasar etika Islam yang selalu mengedepankan kebersihan dan pemuliaan syiar agama. Ketiga, menghafal ayat-ayat Al-Qur’an dan berusaha mengamalkannya. Menghafal bukan saja bermanfaat bagi ketajaman ingatan, tetapi juga menjadi sarana mendekatkan diri kepada Allah. Dengan menghafal, kita lebih mudah menerapkan ayat-ayat-Nya dalam kehidupan sehari-hari.

Keempat, mengajarkan Al-Qur’an kepada orang lain. Baik kepada anak, kerabat, atau teman, proses berbagi ilmu Al-Qur’an adalah bentuk adab terhadap Al-Qur’an yang bernilai pahala berlipat ganda. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari). Dalam hadits ini, tidak ada anjuran khusus untuk mencium mushaf, tetapi inti pengagungan terletak pada mempelajari dan menyebarkan ajarannya.

Terakhir, senantiasa memuliakan Al-Qur’an dengan menjadikannya pedoman hidup. Membiasakan diri menelaah tafsir dan menerapkan hukum-hukum Allah dalam keseharian jauh lebih penting daripada sekadar bentuk fisik penghormatan. Dengan demikian, kitab suci ini benar-benar menjadi cahaya penuntun, bukan hanya sekadar simbol yang kita hormati dari luar tanpa penghayatan yang mendalam.

Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa mencium Al-Qur’an bukanlah tindakan yang memiliki dalil khusus yang mewajibkannya ataupun melarangnya secara tegas. Para ulama cenderung sepakat bahwa perbuatan ini bersifat mubah alias boleh dilakukan, selama tujuannya adalah untuk menunjukkan rasa hormat dan cinta kepada kalam Allah. Namun demikian, kesepakatan juga muncul bahwa mencium mushaf tidak termasuk dalam kategori ibadah khusus yang dituntunkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga tidak boleh dianggap sebagai kewajiban atau sumber pahala yang setara dengan ibadah fardhu.

Jika seseorang merasa mantap melakukannya, pastikan untuk tetap menjaga etika Islam lain, seperti tidak meyakini adanya kekuatan gaib pada kertasnya atau menjadikannya sekadar tradisi turun-temurun tanpa penghayatan. Sebaliknya, jika ada yang memilih untuk tidak mencium, hal itu juga sah-sah saja selama ia tetap menghargai Al-Qur’an dan memuliakannya dengan cara membaca, memahami, serta mengamalkan. Semoga penjelasan ini bisa menjadi pencerahan bagi pembaca, sehingga kita semua dapat lebih mencintai Al-Qur’an, mengamalkan isinya, dan mengambil petunjuk darinya dalam seluruh aspek kehidupan.

Ingin Mendalami Lebih Jauh Tentang Hukum Mencium Al-Qur’an?
Kunjungi mediamu.com sekarang juga untuk mendapatkan pembahasan lebih lengkap, pendapat ulama, serta tips adab membaca dan memuliakan Al-Qur’an. Jangan lewatkan informasi penting seputar hukum mencium Al-Qur’an di situs kami!

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow

Berita Terkait

Paling Banyak Dilihat