ads
Hukum Bersalaman Setelah Shalat dan Menurut Muhammadiyah

Hukum Bersalaman Setelah Shalat dan Menurut Muhammadiyah

Smallest Font
Largest Font

MEDIAMU.COM - Fenomena bersalaman setelah shalat sering dijumpai di berbagai masjid dan mushala. Praktik ini telah menjadi bagian dari tradisi sebagian masyarakat Muslim yang ingin mengekspresikan rasa ukhuwah dan hormat antarsesama jamaah. Akan tetapi, sebagian orang bertanya-tanya mengenai hukum bersalaman setelah shalat, apakah hal tersebut dianjurkan, diperbolehkan, atau justru dianggap menyimpang dari ajaran Islam? Berbagai sumber menunjukkan bahwa praktik bersalaman di kalangan kaum Muslimin memiliki landasan yang kuat dalam upaya mempererat silaturahmi, tetapi patut dicermati bahwa tidak semua bentuknya berkaitan langsung dengan tuntunan syariat setelah menunaikan ibadah shalat.

Pada dasarnya, Islam sangat menjunjung tinggi nilai persaudaraan, kebersamaan, dan keramahan. Para ulama pun berbeda pendapat terkait kebiasaan ini. Sebagian menilai bahwa bersalaman pasca-shalat adalah perbuatan mubah, sementara yang lain memandangnya sebagai perilaku yang sebaiknya dihindari bila diyakini memiliki ketentuan khusus. Akibatnya, muncul diskusi lebih mendalam mengenai dalil-dalil, pandangan ulama, serta bagaimana seharusnya umat Islam menyikapi fenomena ini.

Advertisement
ads
Scroll To Continue with Content

Dengan memerhatikan pandangan yang beragam, diharapkan setiap Muslim dapat bersikap bijak dalam mengamalkan kebiasaan ini. Selain itu, kita juga akan mengkaji bagaimana seharusnya sikap kita untuk tetap menjaga persatuan, menghindari pertentangan yang tidak perlu, dan memprioritaskan esensi kebersamaan dalam bingkai syariat. Dengan begitu, setiap amalan—termasuk bersalaman setelah shalat—dapat menjadi sarana meningkatkan keimanan dan kerukunan di antara kaum Muslimin.

Kegiatan ini hendaknya tidak sepenuhnya dijadikan landasan saling menghakimi, melainkan sebagai ruang diskusi memperkuat pemahaman agama. Dengan demikian, prinsip persaudaraan tetap menjadi prioritas, dan perbedaan pendapat bisa dijembatani melalui sikap saling menghormati. Semoga uraian dalam artikel ini memberi wawasan bermanfaat bagi pembaca dalam menjalankan syariat Islam.

Dasar Hukum Bersalaman dalam Islam

Bersalaman atau berjabat tangan memiliki landasan yang kuat dalam Islam, terutama sebagai simbol kedekatan dan persaudaraan di antara kaum Muslimin. Dalam sebuah hadis, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Tidaklah dua orang Muslim bertemu, lalu mereka berjabat tangan, kecuali diampuni dosa keduanya sebelum mereka berpisah” (HR. Abu Dawud). Bahkan, dalam tradisi keagamaan, berjabat tangan kerap dipandang sebagai bentuk kasih sayang serta penghormatan. Tindakan ini juga mencerminkan nilai kesederhanaan, karena semua orang, tanpa memandang status sosial, dapat bersalaman secara setara.

Al-Qur’an tidak secara eksplisit menyebutkan tata cara berjabat tangan, tetapi Islam menekankan pentingnya menjaga hubungan yang harmonis antarsesama. Firman Allah dalam surat Al-Hujurat ayat 10:


إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ

(Sesungguhnya orang-orang beriman itu bersaudara), mengandung makna mendalam tentang kewajiban menjaga tali persaudaraan. Meskipun ayat ini tidak membahas langsung perihal bersalaman setelah shalat, prinsipnya memberikan landasan moral dalam berinteraksi, termasuk melalui jabat tangan yang sopan dan bersahabat.

Beberapa ulama, seperti Imam An-Nawawi, menyatakan bahwa pada dasarnya berjabat tangan merupakan sunah yang dibenarkan, terutama ketika baru bertemu. Namun, ada pula yang menekankan kehati-hatian dalam menambah-nambahi ritual ibadah, mengingat bahwa Islam telah menetapkan tata cara ibadah wajib dan sunnah secara spesifik. Oleh sebab itu, saat bersalaman dikaitkan dengan shalat, perlu diperhatikan niat dan keyakinan yang mendasarinya. Jika diniatkan sekadar silaturahmi, tidak ada larangan; tetapi apabila dicampur-adukkan dengan keyakinan bahwa hal tersebut bagian baku dari ritual shalat, hal itu harus diwaspadai.

Dengan demikian, dasar hukum bersalaman dalam Islam terletak pada keutamaan menjalin persaudaraan dan menghapus dosa-dosa kecil. Kebiasaannya diperbolehkan selama tidak disalahartikan sebagai kewajiban yang berdiri setara dengan rangkaian ibadah yang telah dituntunkan secara jelas. 

Tidak Ada Dalil Khusus tentang Bersalaman Setelah Shalat 

Banyak kalangan mempertanyakan mengapa kebiasaan bersalaman setelah shalat tetap dilakukan walau tidak ditemukan dalil khusus yang mewajibkannya. Dalam literatur hadis, tidak tercatat instruksi eksplisit bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atau para sahabat beliau menjadikan bersalaman sebagai rangkaian baku setiap selesai menunaikan shalat. Kebiasaan ini lebih merupakan praktik yang muncul dari budaya tertentu, lalu meluas ke banyak komunitas Muslim. Bukan berarti aksi ini salah secara mutlak, namun penting untuk memahami posisinya dalam kerangka ibadah dan adat.

Secara umum, Islam memiliki ketentuan rinci mengenai tata cara shalat, mulai dari takbiratul ihram hingga salam terakhir. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat” (HR. Bukhari). Dalam hadits tersebut, beliau tidak menyebutkan adanya keharusan berjabat tangan sesudah salam. Karena itu, apabila seseorang meyakini bahwa bersalaman setelah shalat adalah bagian inti dari ibadah, maka pendapat tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang disabdakan Nabi.

Kendati demikian, absennya dalil bukan berarti otomatis menjadikannya terlarang total, melainkan menuntut kehati-hatian agar tidak menimbulkan kesalahpahaman atau mengubah statusnya menjadi ibadah baru. Bersalaman masih bisa dipandang mubah atau dianjurkan sebatas sopan santun dan bukti keakraban antarjamaah. Namun, jika seseorang mengklaim perintah agama secara khusus untuk melakukannya, inilah yang dapat menciptakan potensi bid’ah. Sebab, suatu hal dikategorikan bid’ah apabila dimasukkan ke dalam ranah ibadah dengan keyakinan wajib atau sunnah muakkadah tanpa landasan yang sahih.

Oleh karena itu, upaya menempatkan kebiasaan bersalaman setelah shalat dalam proporsi yang tepat amatlah penting. Orang yang memilih bersalaman tak perlu dipersalahkan, selama ia tidak mengklaimnya sebagai ketentuan syariat. Sebaliknya, mereka yang enggan bersalaman juga tidak patut dicela, karena memang tidak ada dalil yang mewajibkan. 

Pendapat Ulama: Antara Adat dan Ibadah

Dalam membahas hukum bersalaman setelah shalat, ulama seringkali menitikberatkan perbedaan antara adat (kebiasaan) dan ibadah (ritual khusus yang diatur syariat). Ibadah memiliki patokan dalil yang jelas, sedangkan adat lebih fleksibel selama tidak bertentangan dengan prinsip dasar Islam. Kebanyakan ulama, termasuk mereka yang merujuk kepada mazhab Syafi’i, Maliki, Hanafi, dan Hanbali, sepakat bahwa bersalaman pada dasarnya diperbolehkan jika tidak dicampur-adukkan dengan keyakinan ibadah tertentu.

Sebagai contoh, Imam Ibn Taimiyyah menegaskan pentingnya menyeleksi setiap amalan apakah berasal dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam atau hanya budaya masyarakat. Ia menjelaskan bahwa menambahkan unsur baru ke dalam ibadah tanpa landasan yang shahih dapat berpotensi menyesatkan. Sementara, Imam As-Suyuthi menyatakan bahwa bersalaman adalah bentuk muamalah yang mubah, bahkan bisa menjadi sunnah jika dilakukan untuk mempererat persaudaraan. Karena itu, menilai hukum bersalaman setelah shalat perlu melihat niat dan penempatannya sebagai ekspresi kasih sayang, bukan menambah rukun shalat.

Para ulama yang lebih moderat pun berpendapat bahwa setiap Muslim hendaknya tidak memaksakan kebiasaan ini kepada orang lain, apalagi sampai menghakimi sebagai bid’ah atau kafir. Prinsip yang ditekankan adalah sikap saling menghormati perbedaan ijtihad. Apabila sebuah perbuatan tidak didukung dalil spesifik, namun tidak pula dilarang secara tegas, maka masuk ranah kebolehan. Dalam hal ini, bersalaman pasca shalat lebih tepat disebut tradisi, bukan ibadah tersendiri.

Meski demikian, menjaga niat tetap krusial. Jika bersalaman diartikan sebagai bagian utama ibadah, maka hal tersebut masuk kategori menambah tata cara shalat. Akan tetapi, bila hanya dimaksudkan sebagai perwujudan rasa persaudaraan atau sapaan hangat sesama jamaah, maka ulama cenderung membolehkan. Dengan menempatkan kebiasaan bersalaman dalam kerangka adat, kita terhindar dari keyakinan yang berpotensi menyimpang. 

Sikap Bijak dalam Mengamalkan

Sikap bijak dalam mengamalkan kebiasaan bersalaman setelah shalat memerlukan pemahaman mendalam tentang maqasid syariah, yaitu tujuan utama syariat Islam. Salah satu tujuan itu adalah menjaga persatuan dan harmoni di tengah masyarakat Muslim. Jika seseorang memilih untuk bersalaman pasca shalat, hendaknya ia tetap menyadari bahwa hal tersebut bukanlah bagian wajib dari ibadah, melainkan ekspresi saling menghargai. Sebaliknya, bagi yang tidak ingin melakukannya, tidaklah pantas dicela karena memang tidak terdapat anjuran eksplisit.

Dalam konteks ini, penting bagi setiap Muslim untuk mengutamakan adab dan toleransi. Menghindari sikap saling menuduh bid’ah atau membuat perselisihan yang tidak perlu adalah kunci untuk merawat persaudaraan. Memaklumi kebiasaan masyarakat lokal juga menjadi bentuk kebijaksanaan, asalkan tidak melanggar prinsip-prinsip akidah dan syariat. Ulama kerap mengingatkan bahwa Islam fleksibel dalam hal adat, selama tidak mengubah atau menambah rukun ibadah. Dengan begitu, menjaga harmoni antara sunnah dan tradisi menjadi tanggung jawab bersama.

Apabila ada orang yang meyakini bersalaman adalah sebuah sunnah khusus, maka sudah sepatutnya dia mengkaji kembali dalil-dalilnya. Kalau niatnya semata mempererat tali persaudaraan, tentu hal ini menjadi ibadah muamalah yang baik. Namun, jika keyakinannya menempatkan jabat tangan pasca shalat setara dengan rangkaian ibadah baku, hal itu harus dihindari. Tugas kita adalah menjaga semangat kebersamaan tanpa menyisipkan unsur tambahan yang tidak diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Pada akhirnya, perbedaan ijtihad mengenai bersalaman setelah shalat jangan sampai memecah belah umat. Setiap Muslim wajib saling menghargai pendapat yang didasarkan pada dalil dan pertimbangan keilmuan. Dengan menanamkan sikap saling menghormati dan menitikberatkan persatuan, kebiasaan ini bisa dijalankan tanpa menimbulkan kontroversi berlebihan. 

Pendapat Muhammadiyah Tentang Bersalaman Setelah Sholat

Secara umum, Muhammadiyah adalah salah satu ormas Islam di Indonesia yang berpegang pada prinsip bahwa ibadah dibagi menjadi dua: Ibadah Ammah (yang secara umum bisa dilakukan tanpa aturan ketat), dan Ibadah Khashshah (yang dalam melakukannya harus menggunakan aturan dan dalil ketat. Dalam konteks bersalaman setelah sholat, Muhammadiyah memandang ini sebagai Ibadah Ammah sehingga tidak mengeluarkan fatwa spesifik yang melarang atau mewajibkannya, namun cenderung memberikan penjelasan bahwa:

  1. Tidak Termasuk Rukun atau Sunnah Sholat
    Muhammadiyah menegaskan bahwa bersalaman setelah sholat tidak dapat dianggap sebagai bagian dari rukun atau sunnah sholat. Hal ini karena tidak ada dalil (Al-Qur’an atau Hadis) yang secara jelas menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat menjadikan bersalaman sebagai praktik baku setiap selesai sholat.

  2. Boleh Dilakukan sebagai Bentuk Adat (Kebiasaan)
    Meskipun demikian, Muhammadiyah tidak melarang jabat tangan jika semata-mata dianggap sebagai bentuk adat, tradisi, atau ekspresi persaudaraan di antara jamaah. Prinsipnya, selama tidak menyalahi syariat dan tidak menambah-nambahi rukun ibadah, bersalaman boleh saja dilakukan.

  3. Hindari Menganggapnya Wajib
    Muhammadiyah mengingatkan agar umat Islam tidak menganggap bersalaman setelah sholat sebagai “kewajiban” yang harus dipenuhi. Jika perilaku ini diposisikan seolah-olah menjadi ibadah tersendiri atau disamakan derajatnya dengan tuntunan sunnah Rasul, maka dikhawatirkan menimbulkan pemahaman keliru yang tidak memiliki landasan syar’i.

  4. Mengutamakan Persaudaraan
    Dalam pandangan Muhammadiyah, yang terpenting adalah menjaga ukhuwah Islamiyah (persaudaraan) dan keharmonisan jamaah. Apabila ada jamaah yang memilih untuk bersalaman sekadar bentuk keramahan, hal tersebut dapat terus dijaga selama tidak menimbulkan anggapan yang berlebihan. Sebaliknya, jamaah yang tidak melakukannya juga tidak boleh disalahkan.

Secara ringkas, Muhammadiyah memandang bahwa bersalaman setelah sholat adalah perkara mubah (boleh) selama ditempatkan sebagai tradisi atau kebiasaan sosial, bukan dijadikan bagian dari tata cara ibadah yang baku.

Kesimpulan

Secara keseluruhan, hukum bersalaman setelah shalat tidak memiliki dalil khusus yang mewajibkannya. Islam menaruh perhatian besar pada kejelasan ibadah dan larangan menambahkan ritual tanpa dasar yang jelas. Akan tetapi, bersalaman sebagai wujud persaudaraan secara umum diakui sebagai tindakan terpuji. Hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan bahwa jabat tangan dapat menghapus dosa kecil di antara dua Muslim. Meski tidak tercantum secara khusus pasca shalat, spirit dasar berjabat tangan ini sejalan dengan pesan Islam tentang keramahan dan ukhuwah.

Namun, persoalan muncul ketika praktik bersalaman sesudah shalat diklaim sebagai bagian inti dari rangkaian ibadah. Dalam hal ini, para ulama sepakat menegaskan agar umat Islam berhati-hati memasukkan sesuatu yang tidak diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Apabila kebiasaan tersebut hanya dianggap adat atau tradisi yang mubah, maka sah-sah saja untuk dilakukan, dengan catatan tidak mengganggu kekhusyukan ibadah maupun menimbulkan anggapan keliru terhadap syariat. Perbedaan penafsiran muncul semata-mata karena setiap ulama berusaha menjaga kemurnian ajaran, sekaligus menghargai keragaman budaya.

Sikap terbaik bagi umat Islam adalah tetap saling menghormati perbedaan pendapat. Mereka yang bersalaman tidak perlu memaksa atau menilai aneh pihak yang enggan melakukannya, dan sebaliknya. Selama tidak disertai keyakinan berlebihan, kebiasaan ini bisa menjadi sarana mempererat tali silaturahmi. Sementara itu, penting untuk menjaga niat agar tidak melampaui batas-batas yang ditetapkan agama. Dengan menempatkannya dalam koridor adat, umat Islam bisa meraih manfaat sosial tanpa melanggar ketentuan syariat.

Ingin mengetahui lebih banyak tentang pendapat Muhammadiyah dan berbagai pandangan ulama seputar hukum bersalaman setelah shalat?
Kunjungi MediaMu.com sekarang dan temukan ulasan lengkap serta informasi terbaru dari sumber terpercaya!

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow

Berita Terkait

Paling Banyak Dilihat