Islam

Islam

MediaMU.COM

Apr 29, 2024
Otomatis
Mode Gelap
Mode Terang

Waspadalah dengan Ranjau-Ranjau Iblis ini

Oleh: Abdur Rauf*

Jika Nabi Ibrahim digelar sebagai khalilullah, yaitu kekasih Allah (QS. 4: 125), maka Nabi Musa pun punya gelar sebagai kalimullah. Dikatakan kalimullah karena memang Nabi Musa adalah orang yang dapat berkomunikasi langsung dengan Allah (QS. 4: 164). Karena mengetahui bahwa Nabi Musa adalah kalimullah, Iblis pun memanfaatkan keistimewaan yang dimiliki oleh Nabi Musa tersebut.

Dalam suatu riwayat diceritakan bahwa iblis pernah menyesali segala perbuatan dosa yang telah dilakukannya sehingga timbul keinginannya untuk bertobat. Lalu iblis pun meminta tolong kepada Nabi Musa untuk merayu Allah supaya menerima tobatnya. Mengabulkan hajat iblis tersebut, Nabi Musa bersedia melakukannya. Nabi Musa pun melakukan komunikasi dengan Allah.

Setelah berkomunikasi dengan Allah, Nabi Musa menginformasikan kepada iblis bahwa Allah akan menerima tobatnya asal dengan satu syarat: sujud ke kuburan Nabi Adam. Mendengar informasi tersebut, iblis kembali merasa sombong dan marah besar, lalu berkata: “Dahulu pada masa Adam masih hidup, aku enggan bersujud kepadanya. Bagaimana mungkin aku harus bersujud kepadanya setelah ia mati?”.

Karena enggan melakukannya, iblis pun tidak mendapatkan ampunan dari Allah. Meskipun demikian, iblis merasa berutang jasa kepada Nabi Musa sebab telah menunaikan hajat iblis: merayu Allah agar menerima tobatnya. Sebagai bentuk balas jasa, iblis pun memberikan beberapa nasihat kepada Nabi Musa.

Iblis berkata: “Ingatlah aku dalam tiga kondisi, supaya aku tidak mencelakakanmu. Pertama, jika engkau marah, ingatlah aku. Sebab, saat engkau marah, akulah yang berbisik dalam hatimu dan pandanganku ada dalam pandanganmu, aku masuk ke dalam dirimu melalui aliran darah. Kedua, ingatlah aku ketika engkau dalam peperangan, karena sesungguhnya akulah yang mendatangi manusia saat peperangan, lalu aku ingatkan mereka akan anak dan istrinya hingga akhirnya pun mereka lari dari peperangan. Ketiga, janganlah engkau duduk bersama perempuan yang bukan muhrimmu, karena aku adalah perantaranya kepadamu dan perantaramu kepadanya (untuk melakukan perbuatan zina)”.

Cerita ini memang agak unik, boleh jadi jarang sekali kita mendengar ada iblis yang ingin bertobat lalu memberi nasihat. Bukankah iblis adalah makhluk yang paling sombong dan suka menyesatkan manusia, alih-alih nasihat? Meskipun demikian, ada banyak hikmah dan pelajaran yang dapat kita petik dari sepenggal kisah di atas.

Pertama, dari kisah di atas kita dapat mengetahui bahwa Allah itu Maha Pengampun. Pintu tobat senantiasa terbuka kepada siapa pun, sekalipun terhadap iblis. Allah SWT pasti akan memberikan ampunan-Nya kepada mereka yang dengan tulus dan bersungguh-sungguh dalam bertobat. Oleh sebab itu, kita tidak boleh berputus asa dari rahmat Allah SWT. Allah SWT berfirman:

“Orang-orang yang mengerjakan kejahatan, kemudian bertobat sesudah itu dan beriman; sesungguhnya Tuhan kamu sesudah tobat yang disertai dengan iman itu adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. 7: 153)

Ibnu Katsir menyebutkan dalam tafsirnya bahwa dalam ayat di atas Allah SWT mengingatkan hamba-hamba-Nya dan menunjukkan kepada mereka bahwa Dia akan menerima tobat mereka dari segala macam dosa, walaupun dosa akibat kekafiran atau kemusyrikan, kemunafikan atau kedurhakaan. Hal yang demikian itu menunjukkan bahwa pintu tobat senantiasa terbuka kepada siapa pun. Rahmat dan kasih sayang Allah SWT tak terbatas.

Buya Hamka pun menuturkan bahwa apabila manusia bertobat secara sungguh-sungguh dari segala kejahatan dan dosa yang telah dilakukannya dan disertai iman yang teguh kepada Allah SWT, niscaya mereka akan mendapatkan ampunan-Nya. Sebab, Allah itu adalah Maha Penyayang. Memang Allah SWT menghukum dengan kehinaan kepada yang bersalah, tapi Ghafur dan Rahim, pemberi ampun dan kasih sayang adalah sifat yang tetap pada Allah SWT.

Kedua, dari kisah di atas kita dapat mengetahui bahwa kesombongan adalah penghalang dari diterimanya tobat kita kepada Allah SWT, seperti halnya yang terjadi pada iblis. Oleh sebab itu, kita perlu waspada dari bahayanya penyakit hati yang satu ini: sombong. Nabi SAW dengan tegas mengingatkan kita:“Tidak akan masuk surga bagi seseorang yang di dalam hatinya terdapat sifat sombong meskipun hanya sebesar biji dzarrah”(HR. At-Tirmidzi).

Maka penting bagi kita untuk senantiasa rendah hati (tawaduk). Sebab, ketawadukan itu akan meninggikan derajat kita. Sebagaimana Nabi SAW juga mengatakan:  “Tawaduk, tidak ada yang bertambah bagi seorang hamba kecuali ketinggian derajat. Oleh karena itu tawaduklah kamu, niscaya Allah akan meninggikan derajatmu” (HR. Dailami).

Ketiga, dari kisah di atas kita dapat mengetahui bahwa pentingnya membalas kebaikan yang telah diberikan orang lain kepada kita. Seringkali terjadi dalam kehidupan kita, sebagian kita begitu mudah melupakan jasa kebaikan orang yang telah berbuat baik kepada kita. Oleh sebab itu, kita jangan kalah dengan iblis. Iblis saja makhluk yang selalu mengajarkan keburukan, masih memberikan balasan kebaikan kepada Nabi Musa: memberikan informasi kepada Nabi Musa agar berhati-hati dalam tiga kondisi yang akan membinasakannya.

Keempat, dari kisah di atas kita dapat mengetahui bahwa dalam kondisi-kondisi tertentu kita harus ekstra hati-hati supaya tidak celaka, sebagaimana yang dinasihatkan iblis kepada Nabi Musa. Nasihat  iblis kepada Nabi Musa menjadi peringatan dan pelajaran berguna bagi kita semua untuk tidak terjebak dalam ranjau-ranjau iblis yang akan menyesatkan dan membinasakan manusia. Kondisi yang efektif bagi iblis untuk menguasai manusia adalah ketika marah, ketika perang sedang berkecamuk, ketika sedang berdua-duaan dengan lawan jenis yang bukan muhrim.

Marah, seringkali membuat manusia  hilang  kendali dan bertindak di luar batas sehingga kehilangan akal sehat. Oleh sebab itu, maka penting bagi kita untuk menahan amarah (QS. 3: 134). Berkaitan dengan menahan amarah ini juga, Rasulullah SAW menuturkan: “Bukanlah orang yang kuat yang menang dalam pergulatan, akan tetapi orang yang kuat ialah yang mampu menahan hawa nafsunya ketika marah” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam berjihad di jalan Allah, niat kita haruslah ikhlas dan teguh semata-mata menggapai restu dan keridhaan Allah SWT. Dengan niat yang kokoh itu, insyaAllah kita akan terhindar dari  ranjau-ranjau iblis yang berupaya menciutkan nyali kita dalam arena jihad, jihad dalam bentuk apa pun, tidak hanya dalam peperangan saja.

Berdua-duaan dengan lawan jenis yang bukan muhrim, apalagi jika kita menyukainya, seringkali menjerumuskan kita kepada perbuatan zina. Allah SWT dengan tegas melarang kita supaya tidak mendekati zina. Sebagaimana Allah SWT berfirman: “Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk” (QS. 17: 32). Wallahu a’lam.


*Penulis adalah Dosen Al Islam dan Kemuhammadiyahan, Universitas Ahmad Dahlan

Comment

Your email address will not be published

There are no comments here yet
Be the first to comment here