Bahagia dengan Ilmu
Oleh: Miftahulhaq*)
Ilmu itu adalah cahaya untuk mengetahui kebenaran (ma’rifatul haq). Ilmu adalah cahaya yang bersumber dari Allah SWT. Ilmu akan membawa seseorang pada kesadaran akan ketundukan dan ketaatan kepada Allah SWT. Seseorang yang berilmu sejatinya akan tahu siapa dirinya dan bagaimana seharusnya dia bersikap dalam hidupnya. Semakin tinggi ilmu seseorang seharusnya dia akan semakin tahu Tuhannya dan semakin jauh dari ketergantungan pada dunia.
Belajar sebuah ilmu tidak bisa dilepaskan dari Sang Pemilik ilmu sendiri. Seseorang yang membaca, menelaah, meneliti dan mengkaji sebuah ilmu tidak akan bisa meraih kebenaran dan kebahagiaan dari ilmu tersebut apabila dia melepas diri dari Sang Pemilik ilmu itu sendiri. Pengetahuan akan menjadi penghalang bagi dirinya mendapatkan kebenaran dan kebahagiaan. Ilmunya akan mengantarkan dirinya pada perbuatan maksiat dan terjebak pada kebahagiaan semu. Karenanya, kebenaran ilmu tidak sebatas yang dapat diindera atau dinalar semata.
Proses mendapatkan ilmu tidak terbatas pada pemahaman terhadap teks Ilahi yang ada (bayani). Tidak pula pada pembuktian secara ilmiah melalui metode dan pendekatan keilmuan (burhani). Tetapi proses mendapatkan ilmu bisa dimulai dengan pembersihan jiwa, mujahadah untuk semakin dekat dengan Sang Pemilik ilmu, berharap penuh Dia anugerahkan ilmu-Nya (irfani). Ketiga cara itu sangat mungkin dilakukan, karena sejatinya ilmu ada yang memang bisa diraih dengan usaha sungguh-sungguh dan ada pula yang didapat karena anugerah Allah semata, karena kasih sayang-Nya.
Ilmu Allah itu tidak ada pembedaan. Ilmu-ilmu syariat dan ilmu-ilmu dunia adalah sama berasal dari Allah. Ilmu syari’at akan mengantarkan seseorang pada penghambaan diri kepada Allah. Ilmu dunia mengantarkan seseorang pada kemampuan mengelola kehidupan dunia dengan baik sebagai pemenuhan wujud seorang khalifatullah fil ardl. Seorang manusia tidak akan mampu menjadi seorang khalifatullah ketika dia tidak mampu menjaga hubungannya dengan Allah. Kedekatan seorang manusia selaku makhluk dengan Allah sebagai Sang Khalik, akan menjadikan manusia mampu menghadirkan nilai-nilai Sang Khalik dalam dirinya. Nilai-nilai itu selanjutnya akan menjadi nilai pribadinya dalam menjalankan fungsi kekhalifahannya di muka bumi.
Setiap manusia akan mampu meraih ilmu-Nya Allah. Setiap manusia bisa melakukan riyadhoh/latihan dengan terus membiasakan diri dalam hidupnya. Riyadhoh ini akan mengantarkan manusia memiliki perilaku ihsan, wujud utama dari kedekatan seorang manusia dengan Tuhan. Allah SWT telah anugerahkan “hati” kepada setiap manusia. Hati bukan sekedar fisik, bagian dari tubuh seorang manusia. Tetapi hati yang mampu berfikir dan mengungkap kebenaran. Kemampuan manusia mengeola hatinya, akan berdampak pada tingkatan “hati” yang dimilikinya. “Hati” merupakan entitas batin yang sempurna dalam jiwa manusia yang berfungsi untuk mencapai ma’rifatullah. “Hati” bukan hanya tempat bersemanyam cinta dan perasaan, melainkan tempat pengetahuan dan intuisi.
“Hati” yang bersih dan suci akan menjadikan ilmu membawa seseorang kembali menuju Tuhan. Orang berilmu akan menjadikan pujian dan syukur kepada Tuhan adalah puncak hidupnya. Orang berilmu akan mampu mengendalikan potensi hewan dalam dirinya. Ilmunya tidak untuk menumpuk kekuasaan dunia. Tidak pula untuk menumpuk harta dan terkungkung indahnya kehidupan duniawi. Orang berilmu akan mengedepankan potensi malaikat yang ada dalam dirinya. Ilmunya akan dijadikan alat untuk kembali kepada Allah, menjauhkannya dari godaan dunia dan mendorongnya semakin memberi manfaat pada sesama. Dia menyadari bahwa ilmu adalah jalan untuk meraih ma’rifatullah, mengenal dan dekat dengan Allah, jalan untuk mendapat ridlo-Nya. Karena siapa saja yang dekat dengan Allah SWT dan Allah pun ridlo dengannya, maka sesungguhnya dialah orang yang paling berbahagia.
Qasidah Iftitah
Wallahu A’lam. (*\)
*)Dosen AIK UMY
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow