Rasa Hormat Kepada Kokam
Oleh: HAMKA*
Sebagai salah seorang yang telah di tuakan dalam kalangan Muhammadiyah, patutlah rasanya saya menyatakan hormat yang setinggi-tingginya kepada KOKAM. Yang akan memperingati kita, terutama ialah kita sendiri, orang lain mungkin tidak tahu, atau sengaja tidak tahu menahu, ataupun tidak mau tahu.
Kalau sekiranya kebangkitan baru menentang kezhaliman dan kebathilan disebut “Angkatan 66” percobaan cup GESTAPU / P.K.I yang mereka gerakkan pada 30 September 1965, telah dapat digagalkan, pukul tiga malam mereka mulai merebut kekuasaan, maka pukul tiga petang 1 Oktober 1965 merelah telah dapat digagalkan. Tetapi oleh karena pengaruh komunis yang telah demikian mendalam pada jiwa masyarakat waktu itu, di tambah oleh “ doktrin NASAKOM-USDEK- MANIPOL-PANCA AZIMAT Revolusi dsb, untuk memperkuat kultus individu Sukarno-Subandrio, bahkan 100 Menteri. Baru bulan Maret 1966 dapat dibongkar dan Maret 1967 barulah Sukarno dapat diturunkan dari atas tahtanya.
Tetapi KOKAM Muhammadiyah telah berdiri pada hari pertama dari permulaan perkisaran angin KOKAM di proklamirkan berdirinya pada tgl 1 Oktober 1965 malam hari. Angkatan Muda dalam kalangan Muhammadiyah, entah karena pengaruh “Instuisi” atau ilham, pada malam itu berkumpul. Mereka mengadakan kursus kader muda Muhamadiyah.
Kota Jakarta seluruhnya sedang kecut-kecut ragu demam-demam meriang. Peristiwa kegagalan GESTAPU/ P.K.I belum seluruhnya diketahaui. Tetapi Pemuda-pemuda Muhammadiyah telah merasa bahwa perjuangan akan hebat negara dalam bahaya besar, terutama Islam sedang terancam. Mungkin komunis akan menang dan juga akan kalah. Kemana hilangnya enam Jenderal belum ada yang tahu. Di mana Sukarno bersembunyi belum diketahui oleh umum. Yang terang ialah bahwa sehari tadi, hari Jum’at 1 Oktober 1965 suasana Jakarta sangat ganjil.
Maka timbullah perasaan serentak dalam kalangan Angkatan Muda Muhammdiyah itu, bahwa kita terutama Angkatan Muda Muhammadiyah itu, bahwa kita, terutama Angkatan Muhammadiyah wajib siap siaga kalau komunis ini menang merebut kuasa, pasti kita akan melawan sebelum kita disembelih dan kita akan mencari kontak dengan kawan-kawan sepaham didalam membela Islam dalam membela negara Pancasila, walaupun untuk ini nyawa berjuang, dari pada mati disembelih sesudah digiring, atau mati konyol.
Pada malam itulah, malam 1 jalan 2 Oktober 1965 dalam kursus kader Angkatan Muda Muhammadiyah di Jl Limau didirikan KOKAM (Komando Kesiapsiagaan dan Kewaspadaan Muhammadiyah.) dan diangkatlah S. Prodjokusumo, Letnan Kolonel T.N.I menjadi Komandan dari KOKAM tersebut. Dan langsung pada 4 Oktober 1965 Kokam telah membuat kontak dengan satu golongan yang sepaham menentang gerakan Komunis, dibawah pimpinan Subhan ZE (Tokoh NU) Lalu membentuk kesatuan aksi yang mula-mula di dalam menentang komunis, yang akhirnya menjelma menjadi Front Pancasila.
Seperti gerak angin taufan, demikianlah cepatnya gerak KOKAM diterima oleh Angkatan Muda Muhammadiyah diseluruh Jawa, menjalar terus ke Sumatra, terus ke Sulawesi. Dibawa oleh utusan- utusan membawa pesan dari mulut ke mulut. Seketika selepas Oktober menuju Nopember dan Desember di Jawa Tengah dan Jawa Timur pemuda Islam bergerak serempak, bahu membahu bersama ABRI menyapu bersih kaum komunis dan penyongkong-penyokongnya. Kokam telah mengambil bagian yang sangat besar di samping BANSER (Barisan Serba Guna dari NU ) dan ABRI.
Apatah lagi sejak mulai berdirinya telah terdapat saling pengertian dari ABRI, bahwasanya Kokam bukanlah gerakan penentang pemerintah, bahkan pembantu ABRI menentang komunis, bahkan menentang pemerintah yang di waktu itu masih berbau pengaruh komunis, karena NASAKOM-nya, karena USDEK-nya, karena MANIPOL-nya, karena PANCA AZIMAT-nya, yang kian sehari kian jelas bahwa Pemerintah itu membela Komunis.
Dengan segala fakta yang dikemukakan itu, tidakalah dapat dimungkiri, bahwa KOKAM jauh lebih dahulu dari “Angkatan 66” . sebab dia atelah berdiri semalam sesudah Gestapu, didorong oleh semangat kewaspadaan dan kesiap-siagaan, menyadari resiko yang akan dihadapi jika Komunis berhasil maksudnya menguasai negeri ini. Sudah diketahui oleh Angkatan Muda Muhammadiyah, bahwa kalau komunis menang, yang akan lebih dulu di “ Lubang buayakan” ialah seluruh potensi Islam. Sebab begitu yang telah terjadi dimana-mana didunia ini.
Jiwa militan yang telah dididikkan pada anak-anaak “Hizbul Wathan”, yang berarti golonggan pembela tanah air, itulah dia yang mendorong timbulnya KOKAM. Dalam sejarah Angkatan Muda Muhammadiyah hal itu berulang kali terjadi. Ingat saja bagaimana Wakil Majelis Pemuda Muhammadiyah (W.M.P.M) Daerah Banyumas, yang bertema Sudirman mencemplungkan dirinya kedalam TKR dipermulaan Revolusi. Ketika itu Sudirman mulai masuk, semangat “H.W”. “Itulah yang mendorongnya. Semangat yang ditanamkan dalam kalangan anak-anak Muhammadiyah sejak kecil. Pada waktu itu sekali –kali tidaklah terlintas dalam fikiran hendak mengharapkan pangkat dan kedudukan. Tetapi dalam perjalanan hidupnya dan perjuangannya yang penuh ke ikhlasan itu mau tidak mau, Sudirman naik dan naik lagi sampai menjadi “Bapak Tentara Nasional Indonesia” dan berjuang dengan paru-paru yang telah tinggal sebelah.
Teringat saya dalam bulan Mei 1996, dalam rangka pertemuan Angkatan Muda Seluruh Jawa, Kokam mulai menampakan dirinya di Taman Suropati Waktu Saudara H. Muljadi Djojomartono masih “Orang Istana “ dan Orde Baru mulai menampakkan fajarnya. Karena (almarhum Muljadi Djodjomartono) dipersilahkan menyambut, bahkan memberikan komando. Tetapi Almarhum cukup bijaksana. Dia tahau bahwaa Kokam anaknya mandiri yang telah memilih haluan hidup tertentu, yaitu menentang komunis. Segala yang membela komunis, walaupun selama ini di hormati waktu itu telah jelas dipandang musuh. Waktu itu suara menentang Sukarno telah mulai terdengar, tidak lagi dari bisik kepada desus. Sebab itu Almarhum Muljadi dia masih Menteri, sesuai dengan gaya irama orang Muhammadiyah , beliaupun berhati-hati memberikan Komando . Karena dia tidaak mau “Di konyolkan” oleh anak-anaknya sendiri dan memang, baik Muhammdiyah sendiri, ataupun orang-orang Muhammadiyah yang berdekatan dengan Istana pada waktu itu, sekali-kali belumlah pernah memandang komunis lain dari musuhnya.
Mereka waktu itu ber-ijtihad kalau sekirannya komunis mendekati Sukarno, janganlah dibiarkan saja. Malahan kita pun wajib mendekati Sukarno pula. Malah sampai beberapa bulan sesudah Gestapu, orang masih mengharapkan agak sepatah kata dari Sukarno mengutuk Gestapu, bahkan dibelanya sampai dia bersumpah bahwa sebelum matinya, dia masih ingin hendak mendirikan sebuah tugu peringatan atas orang-orang komunis yang berkorban untuk kemerdekaan Indonesia.
Dalam perjalanan saya melawat daerah-daerah Indonesia setelah lepas dari tahanan, dimana-mana saya disambut oleh Kokam. Di satu daerah lebih hebat dari yang lain. Mereka berkembang dengan pesatnya. Angkatan Muda Muhammadiyah yang Militan. Karena ABRI sendiri yang melatih mereka. Mereka sambut kedatangan orang besar-besar Negara dengan tidak membeda-bedakan. Menteri dalam Negeri Mayjend Basuki Rachmat, Menteri Pertanian Sutjipto S.H, keduanya disambut oleh Kokam di Lombok dengan sangat meriah. Kedatangan Mohammad Hatta ke Makassar di sebut oleh Kokam menyerupai penyambutan kemiliteran. Saya sendiri ketika datang ke Manado menumpang satu pesawat terbang bersama Menteri Awalud’din. Beliau disambut oleh ABRI dan mengadakan inspeksi kemiliteran. Saya disambut oleh Kokam, pun mengadakan inspeksi sebagai kemiliteran. Kami dan Menteri Awalud’din sama-sama tersenyum.
Oleh karena kata-kata “Komando” tidak boleh lagi dipakai oleh badan- badan yang bukan Militer, maka KOKAM yang pangkalnya tadinya berarti Komando, maka kemudian karena taat kepada Negara, menukar arti Ko di pangkal itu menjadi Koordinasi, Koordinasi Kesiap-siagaan Angkatan Muda Muhammadiyah yang terdiri dari Pemuda Muhammadiyah, Nasyiatul ‘Aisyiyah, Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Ikatan Seniman Budayawan Muhammdiyah. Hidup KOKAM, hidup untuk selalu siap siaga berjihad menegakkan Negara Pancasila dan mengisinya dengan Agama Islam yang sejati, sebagai perjuangan Muhammadiyah selama ini.
*Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA) Penulis Besar dan Ulama Publik, catatan ini ditulis tahun 70an.
Sumber: Kokam 10 Tahun oleh Haiban HS dkk Diketik ulang dengan EYD oleh Iwan Setiawan
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow