Hukum Berhubungan Intim dengan Suami yang Tidak Shalat
MEDIAMU.COM - Shalat merupakan salah satu dari lima rukun Islam yang diwajibkan kepada setiap Muslim. Shalat tidak hanya bentuk ibadah tetapi juga tiang agama, seperti yang disebutkan dalam hadis Nabi Muhammad SAW:
"الصلاة عماد الدين، من أقامها فقد أقام الدين، ومن هدمها فقد هدم الدين"
Artinya, "Shalat adalah tiang agama, barang siapa yang mendirikannya maka ia telah menegakkan agama, dan barang siapa yang meninggalkannya maka ia telah meruntuhkan agama."
Shalat memiliki peran besar dalam kehidupan spiritual seorang Muslim. Shalat menghubungkan seorang hamba dengan Tuhannya, menciptakan ketenangan batin, dan mendisiplinkan jiwa. Tidak hanya kewajiban individual, shalat juga memiliki dampak sosial yang besar. Dalam lingkup keluarga, shalat menjadi fondasi untuk membangun hubungan yang harmonis antara suami dan istri. Suami sebagai kepala keluarga memiliki tanggung jawab untuk menegakkan shalat dan memberikan contoh kepada keluarganya.
Oleh karena itu, meninggalkan shalat secara sengaja dapat berdampak buruk, baik bagi individu maupun keluarganya. Ketika suami tidak melaksanakan shalat, hal ini bisa memicu permasalahan dalam rumah tangga. Dalam konteks hubungan intim, istri mungkin merasa bingung atau ragu tentang bagaimana hukum Islam memandang pernikahan tersebut. Artikel ini akan menjelaskan secara rinci hukum berhubungan intim dengan suami yang tidak shalat dari berbagai perspektif ulama.
Hukum Berhubungan Intim dengan Suami yang Tidak Shalat karena Lalai atau Malas
Mayoritas ulama dari empat mazhab (Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan sebagian Hanbali) sepakat bahwa seseorang yang meninggalkan shalat karena malas atau lalai, tetapi masih meyakini kewajiban shalat, tetap dianggap sebagai seorang Muslim. Mereka tergolong orang yang melakukan dosa besar, tetapi pernikahannya tidak otomatis batal. Dalam hal ini, hubungan intim antara suami yang tidak shalat karena malas dengan istrinya masih sah menurut syariah.
Menurut mazhab Syafi'i, dosa meninggalkan shalat karena malas sangat berat, namun hal ini tidak menyebabkan seorang Muslim keluar dari agama. Suami yang malas shalat tetap dianggap sah sebagai kepala keluarga. Akan tetapi, istri memiliki tanggung jawab untuk mengingatkan suaminya dan berusaha membimbingnya agar kembali melaksanakan kewajiban shalat.
Nabi Muhammad SAW bersabda:
"العهد الذي بيننا وبينهم الصلاة فمن تركها فقد كفر"
Artinya, "Perjanjian antara kami dan mereka adalah shalat, barang siapa yang meninggalkannya, maka ia telah kafir." (HR. At-Tirmidzi)
Namun, dalam konteks malas shalat, sebagian besar ulama menafsirkan hadis ini sebagai peringatan keras, tetapi tidak menjadikan orang yang meninggalkan shalat sebagai kafir jika dia masih percaya pada kewajibannya. Oleh karena itu, hubungan intim dengan suami yang tidak shalat karena malas masih dibenarkan secara syar'i, meskipun istri dianjurkan untuk menasihati suaminya.
Hukum Berhubungan Intim dengan Suami yang Tidak Shalat karena Mengingkari (Kufur)
Jika suami meninggalkan shalat karena mengingkari kewajibannya atau tidak lagi percaya bahwa shalat adalah salah satu rukun Islam, maka dia dianggap keluar dari Islam (murtad). Dalam keadaan ini, hukum pernikahan dalam Islam menjadi batal, karena seorang Muslim tidak boleh menikah atau tetap dalam ikatan pernikahan dengan seseorang yang murtad.
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an:
"وَلَا تُمْسِكُوا بِعِصَمِ الْكَوَافِرِ" (الممتحنة: 10)
Artinya, "Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir."
Dalam konteks ini, baik suami maupun istri harus meninjau kembali pernikahan mereka. Jika suami secara tegas menolak shalat dan mengingkari kewajibannya, maka hubungan pernikahan tidak lagi sah, dan hubungan intim dilarang. Istri harus mencari nasihat dari ulama setempat untuk menentukan langkah yang tepat.
Meskipun demikian, penting bagi istri untuk berusaha menasihati suaminya agar kembali kepada Islam dan menjalankan kewajiban shalat. Jika suami kembali bertaubat, maka ikatan pernikahan bisa dipulihkan, dan hubungan suami-istri dapat dilanjutkan.
Pandangan Mazhab Hanbali tentang Suami yang Tidak Shalat
Mazhab Hanbali memiliki pandangan yang lebih tegas terhadap orang yang meninggalkan shalat. Menurut sebagian besar ulama Hanbali, seseorang yang meninggalkan shalat, baik karena malas maupun mengingkari, dianggap telah keluar dari Islam. Oleh karena itu, hukum pernikahan dengan suami yang tidak shalat menurut pandangan ini dianggap batal, dan hubungan intim tidak diperbolehkan.
Ibnu Qudamah, ulama besar dalam mazhab Hanbali, menyatakan bahwa meninggalkan shalat secara sengaja adalah tindakan kekufuran, baik karena malas maupun alasan lainnya. Jika seorang suami tidak shalat, maka hubungan pernikahannya dengan istri dianggap tidak sah, dan keduanya harus berpisah sampai suami kembali kepada Islam.
Mazhab Hanbali mendasarkan pandangannya pada hadis Nabi Muhammad SAW:
"بين الرجل وبين الشرك والكفر ترك الصلاة"
Artinya, "Pembeda antara seorang Muslim dan kekafiran adalah meninggalkan shalat." (HR. Muslim)
Dalam mazhab Hanbali, hadis ini dipahami secara literal, bahwa meninggalkan shalat menyebabkan kekafiran. Oleh karena itu, istri dari suami yang tidak shalat wajib meninjau kembali status pernikahannya dan berupaya membawa suami kembali pada jalan yang benar.
Solusi dan Saran bagi Istri dengan Suami yang Tidak Shalat
Bagi istri yang menghadapi suami yang tidak melaksanakan shalat, penting untuk bersikap sabar dan berusaha mencari solusi. Salah satu langkah utama adalah dengan memberikan nasihat yang baik dan mencoba mengajak suami untuk kembali melaksanakan kewajiban agamanya. Dalam Islam, dakwah dalam keluarga sangat dianjurkan, dan istri memiliki peran penting dalam menjaga keimanan suami dan anak-anak.
Allah SWT berfirman:
"وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ" (المائدة: 2)
Artinya, "Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa."
Istri dapat menggunakan pendekatan lembut dan penuh kasih sayang, mengingatkan suami akan kewajiban shalat dan konsekuensinya di akhirat. Mengajak suami untuk mengikuti kajian agama atau mendekatkan diri dengan komunitas Muslim yang taat juga bisa menjadi langkah positif. Selain itu, istri dianjurkan untuk selalu berdoa kepada Allah agar suaminya diberi hidayah dan kembali menegakkan shalat.
Jika upaya tersebut tidak berhasil, istri disarankan untuk berkonsultasi dengan ulama atau pemuka agama untuk mendapatkan bimbingan yang tepat. Tujuannya adalah agar suami dapat kembali menjalankan shalat dan hubungan rumah tangga bisa terjaga dengan baik sesuai ajaran Islam.
Kesimpulan
Dalam Islam, shalat adalah kewajiban yang sangat penting, dan meninggalkannya bisa berdampak serius pada kehidupan spiritual dan hukum pernikahan. Suami yang tidak shalat karena malas atau lalai tetap sah pernikahannya, tetapi dosa besar tetap melekat pada dirinya. Di sisi lain, jika suami mengingkari kewajiban shalat, pernikahan dianggap batal, dan hubungan intim dilarang. Mazhab Hanbali memberikan pandangan yang lebih tegas terhadap orang yang meninggalkan shalat.
Istri memiliki peran penting dalam mengingatkan dan mendukung suami agar kembali melaksanakan shalat. Dakwah yang baik, kesabaran, dan doa merupakan langkah yang dianjurkan dalam menghadapi suami yang tidak shalat.
Ingin mengetahui lebih lanjut tentang hukum berhubungan intim dalam Islam, khususnya terkait suami yang tidak melaksanakan shalat? Temukan pembahasan lebih mendalam dan panduan dari para ulama di Mediamu. Dapatkan informasi terpercaya seputar panduan keluarga Islami dan hukum-hukum syariah hanya di Mediamu.com. Klik sekarang untuk membaca artikel lengkapnya dan menjaga keharmonisan rumah tangga sesuai ajaran Islam!
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow