Harta dan Anak adalah Fitnah
Oleh: Andi Suseno*)
Harta dan anak adalah dua hal yang sangat diharapkan kehadiranya oleh hampir setiap orang. Untuk mendapatkan keduanya banyak orang rela berjuang, bersusah payah, bekerja keras, dan mengorbankan apapun yang dimilikinya. Tidak sedikit pejabat yang rela melanggar hukum demi mendapatkan pundi-pundi uang. Banyak wanita yang rela mengorbankan harga dirinya demi mengumpulkan harta. Demikian juga anak, banyak orang rela melakukan apapun demi kebahagiaan anak-anaknya.
Kecintaan kepada harta dan anak adalah fitrah setiap manusia. Allah SWT. Secara jelas berfirman di dalam surat al-Imran 3:14
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).
Mencintai harta dan anak adalah naluri setiap orang, dan menafikkan keduanya sama saja dengan melawan takdir Allah. Akan tetapi manusia tidak boleh lupa bahwa di balik keindahan, dan kebahagiaan dari keduanya terdapat ujian yang harus diwaspadai. Allah SWT. Dalam surat at-Taghabun 64:15 mengingatkan:
إِنَّمَا أَمْوَالُكُمْ وَأَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ وَاللَّهُ عِنْدَهُ أَجْرٌ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah cobaan (bagimu), dan di sisi Allah-lah pahala yang besar.
Dari ayat di atas dapat difahami bahwa anak adalah fitnah. Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan makna fitnah pada ayat tersebut adalah ikhtibar wa ibtila’ artinya harta dan anak adalah ujian dari Allah SWT. Untuk hamba-Nya siapa dari mereka yang taat, dan siapa yang ingkar kepada-Nya. Tidak dipungkiri bahwa harta dan anak berpotensi membawa manusia pada dua kemungkinan; antara taat pada Allah atau justru ingkar kepadanya.
Allah SWT telah mengabadikan berbagai kisah para Nabi di dalam al-Qur’an yang memberikan banyak hikmah kepada umat Islam. Memberikan pemahaman bahwa harta dan anak tidak hanya menjadi ujian ketika ada, bahkan tidak adanya juga merupakan ujian dari Allah. Ujian harta ketika ada adalah apakah kemudian bisa menjadikan orang yang memilikinya menjadi semakin dekat kepada Allah, atau dia menjadi sombong dan lupa bahwa harta hanyalah titipan yang pada sebagianya adalah hak orang lain. Ujian harta ketika belum atau tidak dimiliki adalah apakah orang bisa sabar ketika mencarinya dengan tidak menghalalkan segala cara untuk mendapatkanya. Ujian kesabaran ketika harta tidak kunjung dimilikinya.
Demikian juga dengan anak, tidak hanya ketika Allah karuniakan anak kemudian orang diuji. Bahkan ketika anak tidak kunjung hadir, atau bahkan tidak memiliki anak juga merupakan ujian. Dari kisah Nabi Adam kita belajar, terkadang anak ada yang taat, ada juga yang membangkang. Habil menggambarkan anak yang baik, patuh pada orang tua, dan juga taat kepada Allah. Sementara Qabil menggambarkan anak yang memiliki rasi iri hati sehingga terjadilah tragedi pembunuhan pertama di dunia itu.
Dari Nabi Ibrahim kita belajar bagaimana pasangan suami istri bersabar menantikan kehadiran seorang anak. Memasrahkan semuanya kepada Allah SWT. Bahkan ketika Allah berkehendak untuk mengambilnya pada saat kecintaan kepada mereka begitu lekat, dengan ridha dan ikhlas merelakannya. Sebagaimana ketika Nabi Ibrahim diuji oleh Allah dengan perintah untuk menyembelih anaknya. Begitu juga Nabi Muhamamd saw. yang ikhlas ketika kehilangan putra-putranya yang biasa menjadi kebanggaan seorang ayah.
Maka bagaimana seharusnya seorang muslim memposisikan harta dan anak dalam kehidupanya. Dalam surat al-Kahfi 18: 46 Allah SWT. Berfirman:
الْمَالُ وَالْبَنُونَ زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلًا
” Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan.
Imam at-Thabari dalam tafsirnya menjelaskan bahwa harta dan anak hanyalah perhiasan dunia. Karenanya menusia menjadi bahagia dan bersemangat dalam hidupnya. Di balik keindahan yang memancar dari keduanya, umat Islam harus ingat dan waspada bahwa yang akan dibawanya menghadap Allah SWT. adalah amal shalih dengan keduanya. Harta yang dinafkahkan dijalan Allah, membantu fakir miskin, wakaf, sedekah, infaq dan lain sebagainya. Anak yang menghantarkan orang tuanya ke-syurga adalah anak yang didik dengan penuh kasih sayang, sesuai dengan petunjuk al-Qur’an dan juga sunah Nabi Muhammad saw. untuk senantiasa taat kepada Allah SWT.
Harta dan anak bukanlah tujuan hidup seorang muslim. Akan tetapi keduanya adalah sarana yang diberikan Allah kepada siapapun yang Ia kehendaki. Sarana untuk meraih pahala yang terbaik di sisi Allah SWT. Dengan harta seorang muslim dapat melaksanakan berbagai macam ibadah seperti haji, umrah, wakaf, sedekah, infaq, dan berbagai macam filantropi lainya. Adanya anak, membuka pintu selebar-lebarnya bagi seorang ibu untuk meraih kedudukan tinggi di hadapan Allah SWT. Dari mulai hamil, melahirkan, menyusui, hingga merawat anak sampai dewasa. Adanya anak, membukan pintu pahala bagi seorang ayah, membuatnya semakin bersemangat untuk mencari nafkah dan karenanya akan meraih pahala yang besar di sisi Allah SWT.
Bagi seorang muslim. Harta adalah anugrah yang harus disyukuri dan dibelanjakan sesuai dengan syariat Islam, dan tuntunan Nabi Muhammad saw. Anak adalah anugrah dari Allah SWT. sekaligus amanah yang harus dijaga, dididik dengan baik sehingga menjadi investasi terbaik bagi orang tua untuk kehidupan setelah mati. []
*)Andi Suseno, S.Th.I., M.Ag. (Dosen AIK Universitas Ahmad Dahlan)
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow