Mukti Fajar Lolos sebagai Anggota Komisi Yudisial
Mukti Fajar Nur Dewata, cicit Ki Lurah Hasyim, meneruskan jejak Dr HM Busyro Muqoddas, SH, M.Hum sebagai Komisi Yudisial (KY) masa jabatan 2020-2025. Kebetulan, Mukti Fajar ND dan Busyro Muqoddas sama-sama cicit Ki Lurah Hasyim. Busyro cicit Kyai Sudjak bin Hasyim, sedangkan Mukti Fajar cicit Kyai Zen bin Hasyim.
Terdapat tujuh calon anggota KY yang ikut uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) yang digelar Komisi III DPR RI pada Selasa (1/12/2020) pukul 10.00 WIB: Joko Sasmito dan M Taufiq HZ (perwakilan unsur praktisi hukum), Sukma Violetta dan Bin Ziyad Khadafi (perwakilan unsur praktisi hukum), Amzulian Rifai dan Mukti Fajar Nur Dewata (perwakilan unsur akademisi hukum) dan Siti Nurjanah (perwakilan unsur masyarakat).
Pemilihan calon anggota KY sudah dilakukan tim khusus bentukan Jokowi sejak Maret 2020. Tim panitia seleksi itu adalah Maruarar Siahaan, Harkristuti Harkrisnowo dan Edward Omar Sharif Hiariej. Akhirnya pada 28 September 2020 pansel mengajukan tujuh nama calon anggota KY ke Presiden Jokowi untuk kemudian diajukan ke DPR RI dan mendapatkan persetujuan.
Dosen Fakultas Hukum UMY yang lahir di Yogyakarta pada 29 September 1968, menyelesaikan studi S1 di UGM (1992), Master di Universitas Diponegoro (2001) dan Doktor di UI Jakarta (2009). Dan sudah cukup lama kerja di UMY dengan berbagai jabatan.
Setelah uji kelayakan dan kepatutan terhadap tujuh calon anggota KY, Komisi III DPR RI menyetujui para kandidat yang diajukan Presiden Jokowi.
Mukti Fajar ND menyebut masih banyak hakim yang tidak mengikuti perkembangan kasus di masyarakat. “Dan akhirnya menimbulkan keputusan yang aneh,” katanya.
Oleh sebab itu, Mukti lantas menyebut KY perlu melakukan evaluasi hakim sebelum putusannya terhadap suatu kasus menjadi inkrah atau putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap.
Bagi Mukti, evaluasi sebelum inkrah ini dimaksudkan untuk mengetahui profesionalisme hakim. “Dan ini bisa saja salah dalam membuat keputusan karena kapasitasnya,” papar Mukti, Kamis (3/12/2020).
Keputusan yang aneh atau salah, dikatakan Mukti, tidak selamanya hakim tersebut misalnya terima suap atau sebagainya. “Tetapi bisa saja karena kapasitasnya kurang mumpuni,” tandasnya.
Dikatakannya, jika terjadi putusan yang aneh, mungkin perlu ditelusuri. “Kalau memang kapasitasnya kurang perlu ditingkatkan lagi,” kata Mukti yang dalam uji kelayakan dan kepatutan menulis makalah tentang gagasan dan mengoptimalkan proses seleksi calon Hakim Agung.
Ditekankan Mukti, fungsi pengawasan KY yang akan dibangunnya bukan sekadar mencari hakim yang salah, kemudian diberikan hukuman. “Tetapi bagaimana meningkatkan profesionalisme hakim,” ujar Mukti yang menambahkan tidak sekadar menangkap orang yang salah kemudian kasih hukuman. “Saya pikir, itu bukan membangun ya?”
Walaupun akan ada yang perlu diberikan sanksi, tapi ada niatan fungsi pengawasan ini untuk meningkatkan profesionalisme dan menjaga martabat.
Motivasi Guru Besar UMY untuk menjadi anggota KY ini adalah untuk membuktikan teori hukum yang diajarkan di kelasnya efektif jika diterapkan di lembaga kehakiman.
“Saya tidak bisa hanya duduk di meja kelas, mengajarkan teori-teori yang semuanya bicara tentang kebenaran, tapi praktiknya di lembaga kehakiman awut-awutan,” kata Mukti yang merasa terpanggil ikut calon anggota KY.
Meski dalam waktu yang terbatas, Mukti ingin terlibat dalam proses memperbaiki sistem peradilan di Indonesia. Itu motivasi dan komitmennya.
Terkait visinya mengenai hubungan kelembagaan antara KY dengan MA (Mahkamah Agung), Mukti mengatakan bahwa KY kelak tidak akan memiliki arogansi politik saat memeriksa keputusan-keputusan hakim yang dikeluhkan masyarakat.
Arogansi politik di sini adalah ketika KY memeriksa (keputusan hakim). “Itu seakan-akan dia bersikap ingin menghakimi, ingin mencari kesalahan, yang kemudian hal itu tentu saja menjadi resisten bagi Mahkamah Agung untuk melindungi anak buahnya yang akan diperiksa,” katanya.
Mukti ingin KY lebih mengedepankan kesabaran daripada arogansi. “Amar makruf harus lebih didahulukan daripada nahi mungkar,” tandasnya.
Mukti akan mengutamakan amar makruf yang memang butuh kesabaran. “Jangan nahi mungkar. Kalau nahi mungkar salah langsung hajar. Jadi, amar makruf dululah,” kata Mukti. (Affan)
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow