Tiga Lakon Spiritual KH. Ahmad Dahlan

Tiga Lakon Spiritual KH. Ahmad Dahlan

Smallest Font
Largest Font

Oleh: Diyan Faturahman *)

Dalam kajian Dhuha spesial bulan Ramadhan 1442 H yang diadakan Masjid IC UAD beberapa hari lalu (21/4), Ust. Faturahman Kamal menyampaikan tiga lakon spiritual KH. Ahmad Dahlan saat menjawab pertanyaan jamaah terkait tasawuf modern karya Buya Hamka.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Konkrit, tiga lakon spiritual itu adalah berdzikir, mendirikan shalat, dan ingat mati. Ketiga hal tersebut tidak bisa lepas dan menjadi bagian dari kehidupan seorang ulama, kapan dan dimanapun.

Sebagaimana tersurat dalam QS. Al-A’la: 14 – 17,

(17)قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى (14) وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى (15) بَلْ تُؤْثِرُونَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا (16) وَالْآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَا

Dalam dimensi individual, mensucikan jiwa dapat dilakukan dengan cara memperbanyak berdzikir, bermunajat, dan bermuhasabah. Adapun dalam aspek sosial, dapat dilakukan antara lain melalui zakat. Sebagaimana dalam QS. At-Taubah: 103,

خُذۡ مِنۡ اَمۡوَالِهِمۡ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمۡ وَتُزَكِّيۡهِمۡ بِهَا وَصَلِّ عَلَيۡهِمۡ‌ؕ اِنَّ صَلٰوتَكَ سَكَنٌ لَّهُمۡ‌ؕ وَاللّٰهُ سَمِيۡعٌ عَلِيۡمٌ‏

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.

Amal ibadah yang kita lakukan, baik secara personal hubungannya dengan Allah SWT maupun secara sosial hubungannya dengan masyarakat maupun alam raya, semua itu memiliki tujuan dan fungsi yang sama, yakni mencapai kesucian jiwa.

Dalam sejarahnya, dari masa ke masa sebagaimana madzhab fikih, aktivitas tazkiyatun nafs yang kerap dikaitkan dengan tasawuf ini memiliki corak tersendiri. Pada abad ke 3 dan 4 hijriyah, dimana masa peradaban Islam mencapai puncaknya, hingga masing-masing kelompok tersebut mengalami perkembangan serta membangun formatnya masing-masing.

Hal itu merupakan salah satu konsekuensi, dimana manusia yang satu dengan lainnya adakalanya memiliki kontestasi, persaingan sebagai warna dasar manusia. Madrasah-madrasah tazkiyatun nafs pada akhirnya mengkonstruksi madzhab tersendiri, dimana masing-masing memiliki dinamikanya.

Muncul persoalan, manakala tasawuf mengalami disorientasi, mereka meninggalkan totalitas dunia dan larut dalam ritual-ritual yang kadang “tidak memiliki pijakan” atau justru menyelisihi sunnah Rasulullah.

Tasawuf KH. Ahmad Dahlan

Berangkat dari konsep tauhid, tasawuf KH. Ahmad Dahlan ini dibangun, demikian penuturan muridnya, KRT. Hadjid. Beliau mengatakan bahwa persoalan besar umat manusia ialah manakala mereka memberhalakan dirinya sendiri. Terinspirasi dari QS. Al-Jatsiyah : 23,

اَفَرَءَيۡتَ مَنِ اتَّخَذَ اِلٰهَهٗ هَوٰٮهُ وَاَضَلَّهُ اللّٰهُ عَلٰى عِلۡمٍ وَّخَتَمَ عَلٰى سَمۡعِهٖ وَقَلۡبِهٖ وَجَعَلَ عَلٰى بَصَرِهٖ غِشٰوَةً  ؕ فَمَنۡ يَّهۡدِيۡهِ مِنۡۢ بَعۡدِ اللّٰهِ‌ ؕ اَفَلَا تَذَكَّرُوۡنَ

Salah satu potensi dasar manusia adalah fitrah, hanya saja ia dapat keluar dari titik koordinat fitrah tersebut karena jebakan-jebakan matrialisme yang luar biasa. Apabila larut dalam dunia materi maka ia keluar dari rel, sebab habitat asli manusia adalah makhluk rohaniyah yang bertempat tinggal di surga (dan akan kembali ke sana, insyaallah).

Dengan berpuasa, manusia telah melakukan apa yang dilakukan makhluk rohaniyah itu. Sebagaimana malaikat yang tidak makan, minum, maupun berhubungan suami istri.

Maka dari itu, untuk mengembalikan fitrah manusia harus melakukan tazkiyatun nafs dan jiwa memerlukan filtrasi. Sebagaimana disebutkan di awal, KH. Ahmad Dahlan membaca QS. Al-A’la tersebut menemukan rumusan amal sebagai cara untuk bertazkiyatun nafs: zikir, shalat, dan ingat mati.

Berdzikir dan shalat dengan makna seluas-luasnya, ia tidak membatasi diri pada ucapan kalimat thayibah maupun menetapi rukun dan syarat shalat semata. Tentunya memperbanyak dzikir dan shalat sesuai sunnah Rasulullah diiringi dengan mengingat kematian.

Persyarikatan Muhammadiyah atau KHA. Dahlan pada khususnya dalam hal ini tidak mengembangkan cara-cara berdzikir tersebut. Sekali lagi, berpedoman pada apa yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW, yang sudah barang tentu belum mampu diamalkan semua.

Perkembangan dakwah dan amal usaha Muhammadiyah tersebut juga tidak bisa lepas dari pondasi yang ditanam KHA. Dahlan yang tidak cukup kembali pada fitrah dan mensucikan jiwa. Namun juga menambahnya dengan semangat Al Ma’un, sehingga terlembagalah sebuah amal shalih.

Adalah sebuah kekeliruan manakala seseorang yang dianggap telah mencapai puncak spiritual namun setelah itu justru menjadi pribadi yang apatis, asosial, apolitik, dan sebagainya. Sebaliknya, sejarah menunjukkan bahwa pasca Mi’raj dan hijrah Rasululullah ke Madinah, peradaban Islam mulai berkembang dan menyebar ke seluruh dunia.

Tasawuf atau tazkiyatun nafs bukanlah kenikmatan personal, fatalistik, atau jabariyah, ia tidak lari dari realita sosial. Demikianlah kiranya Buya Hamka menulis buku Tasawuf Modern.

Tiga Lakon Spiritual KH. Ahmad Dahlan

KH. Ahmad Dahlan dikenal sebagai tokoh pembaru Islam di Indonesia, dan tiga lakon spiritualnya yang terkenal adalah sebagai berikut. Pertama, dalam bidang pendidikan, KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah pada tahun 1912 dengan tujuan memajukan pendidikan dan menghapuskan kebodohan di kalangan umat Islam. Beliau mendirikan sekolah-sekolah yang menggabungkan pendidikan agama dan umum.

Kedua, dalam bidang kesehatan, KH. Ahmad Dahlan peduli dengan kesehatan umat. Beliau mendirikan rumah sakit dan klinik kesehatan yang memberikan pelayanan medis kepada masyarakat, khususnya kaum miskin yang kurang terjangkau fasilitas kesehatan. Ketiga, dalam kesejahteraan sosial, beliau membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui berbagai kegiatan sosial.

Pendirian panti asuhan dan lembaga sosial lainnya merupakan bagian dari upayanya untuk mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan taraf hidup umat Islam. Lakon-lakon spiritual ini menunjukkan komitmen KH. Ahmad Dahlan dalam membangun masyarakat yang beriman, berilmu, dan sejahtera.

Bahkan, Muhammadiyah jika semata-mata dipahami sebagai gerakan tanpa diiringi dengan visi misi atau paham keislaman, maka tidak ada bedanya Muhammadiyah dengan LSM. (*)


*) Diyan Faturahman; Kepala Asrama Putra PERSADA UAD

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow

Berita Terkait

Paling Banyak Dilihat