Maulid Diba'i, dikaitkan dengan Imam Abdurrahman ad-Diba'i, merupakan adaptasi dari Maulid Syaraful Anam oleh Syekh Syihabuddin Ahmad bin Ali bin Qasim al-Mursi. Teks ini berasal dari abad ke-19 di Mesir, dirancang untuk memperingati Nabi Muhammad SAW. Keunikan Maulid Diba'i terletak pada penggabungan ayat Al-Qur'an, hadits, dan puji-pujian kepada Nabi, yang bertujuan menginspirasi kecintaan dan kedekatan dengan ajaran Islam. Tradisi ini mendapat tempat di hati umat Muslim, terutama di Indonesia, melalui adaptasi dan terjemahan ke dalam bahasa lokal.
Diba'an dalam Islam
Diba'an dalam Islam merujuk pada tindakan memperlihatkan kebaikan atau memberi tahu kebenaran dengan lembut dan penuh hikmah. Prinsip ini diambil dari ajaran Islam yang menekankan pentingnya berkomunikasi dengan cara yang baik dan santun. Dalam konteks dakwah atau nasihat, Islam menganjurkan agar setiap orang memberikan nasihat dengan cara yang tidak menyinggung, tetapi tetap jelas dan tegas sesuai dengan ajaran agama.
Hal ini sesuai dengan hadis Nabi Muhammad saw. yang menyatakan bahwa agama ini mudah dan tidak mempersulit. Prinsip diba'an juga menekankan pentingnya keadilan, kebenaran, dan kasih sayang dalam berinteraksi dengan sesama, serta menghindari konfrontasi yang tidak perlu.
Pengarang dan Sumber Maulid Diba'i
Imam Abdurrahman ad-Diba'i, penulis Maulid Diba'i, adalah seorang ulama terkemuka dari Yaman yang terkenal karena kontribusinya dalam sastra Islam. Beliau dikenal karena keahliannya dalam bidang hadits dan fiqih. Maulid Diba'i, karyanya yang paling terkenal, menonjol sebagai teks yang merayakan kehidupan dan kebajikan Nabi Muhammad SAW, digunakan secara luas dalam peringatan Maulid Nabi.
Karya ini menunjukkan kedalaman cintanya kepada Rasulullah SAW serta pengetahuan mendalamnya tentang tradisi Islam.
Sumber utama dari Maulid Diba'i berasal dari kitab-kitab sejarah dan hadits yang menjelaskan kehidupan Nabi Muhammad SAW. Inspirasi Maulid Diba'i diambil dari karya Syekh Syihabuddin Ahmad bin Ali bin Qasim al-Mursi, yang merangkum berbagai narasi tentang Nabi dalam "Maulid Syaraful Anâm". Tekstualitas ini menggabungkan ayat-ayat Al-Qur'an dan hadits, memperkaya konten dengan nilai-nilai spiritual yang mendalam, memfasilitasi refleksi keagamaan yang mendalam bagi pembacanya.
Ini membantu memperkuat kecintaan dan penghormatan terhadap Nabi, sekaligus mendorong praktek keagamaan yang lebih inklusif dan reflektif.
Cara Melakukan Pembacaan Maulid Diba'i
Untuk mengadakan sesi pembacaan Maulid Diba'i, langkah pertama adalah menyiapkan tempat yang kondusif dan menghimpun jamaah yang ingin berpartisipasi. Sesi ini biasanya dimulai dengan pembacaan doa pembuka untuk menghormati dan mengingat Nabi Muhammad SAW. Setelah itu, pemimpin sesi akan membacakan teks Maulid Diba'i, yang seringkali diikuti dengan lantunan shalawat dan pujian kepada Nabi.
Adat dan ritus yang mengiringi pembacaan Maulid Diba'i juga mencakup penyiapan sajian khusus untuk para peserta. Di banyak komunitas, acara ini diakhiri dengan santapan bersama, yang tidak hanya memperkuat tali persaudaraan di antara peserta, tetapi juga dianggap sebagai bentuk berkah yang dibagi-bagikan pada kesempatan tersebut. Kegiatan ini tidak hanya menegaskan kembali kecintaan kepada Rasulullah SAW, tetapi juga memperdalam pengertian dan aplikasi ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Manfaat dan Keutamaan Membaca Maulid Diba'i
Membaca Maulid Diba'i memiliki keutamaan spiritual yang signifikan, berfungsi sebagai media introspeksi dan pemurnian jiwa. Kegiatan ini menstimulasi perasaan kedekatan dengan Allah SWT dan Rasulullah SAW, memperkuat iman dan spiritualitas individu. Selain itu, keberkahan yang terdapat dalam ritual ini mendatangkan kedamaian batin dan membantu memperkuat tali silaturahmi antar anggota komunitas yang berpartisipasi.