Membaca Ayat Kauniyah Allah SWT
Oleh: Diyan Faturahman*)
Membaca tidak selamanya yang tertulis di buku, bahkan saat kita memandang arah langit, terbentang luas semesta dan cakrawala. Dengan itu kita sedang membaca ayat kauniyah-Nya. Lantas sepantasnya jiwa menjadi cerah seiring dengan ucapan, Robbanaa maa kholaqta hadza bathilaa, Subhaanaka fa qinaa ‘adzaabannaar “Duhai Tuhan kami, yang Maha Mengatur, Mengurus dan Memenuhi segala kebutuhan makhlukNya, tiadalah semua yang telah Engkau ciptakan ini hanyalah sia-sia belaka. Maha Suci Engkau, maka hindarkan dan lindungilah kami dari azab neraka.”
Kita tahu bahwa kelak setiap amal akan dimintai pertanggungjawaban. Keadilan Allah membawa pada balasan surga dan neraka bagi makhlukNya yaitu manusia dan jin. Bagi mereka yang mampu mengambil pelajaran atas ayat-ayat yang selalu ditampakkan kepada kita, kemudian bersegera mensyukurinya dengan melakukan amal shalih tanpa diiringi kesyirikan di dalamnya. Maka mereka itulah yang beruntung, berhasil, dan akan selamat.
Langit, bak kitab besar milik Allah SWT. Di sana tampak ayat-ayatNya yang lain selain yang ada pada Al-Quran Al Kariim.
Seorang bijak mengatakan bahwa sesuatu yang dibaca tidak selamanya tertulis di atas kertas. Lihatlah, ayat Allah tertulis di seluruh alam semesta.
Sekali lagi, manakala mampu membacanya maka lapanglah hati dan jiwa kita.
Ayat kauniyah merupakan tanda yang jelas untuk membuktikan adanya beberapa hal. Segala sesuatu di bumi dan langit maupun yang ada di antara keduanya merupakan bukti akan keberadaan, keesaan, dan kekuatan Allah Jalla Jallaluh.
Terhadap ayat kauniyah itu, kita tidak memerlukan mata kepala untuk membacanya, melainkan menggunakan mata hati untuk memahami.
Mata di wajah hanya dapat melihat bentuk benda, namun mata hati mampu melihat hakikat kebenaran suatu objek.
Namun bagi mereka yang tertutupi jiwa dan hatinya sehingga gagal memahami ayat-ayat Allah tersebut sangat mungkin mata hatinya tengah menderita sakit atau bahkan mati sama sekali.
Mata hati menjadi buta, kecuali jika hal-hal yang kita lihat menjadikan kita mengingat Allah dan membuat kita berpikir merenungi kebesaran-Nya.
Mata hati, bahasa hati, dan pikiran hati. Semua itu menjadi piranti membaca ayat kauniyah Allah yang tiada pernah ada habisnya. Marilah kita jaga agar hati senantiasa sehat, teguh, dan selamat dengan memperbanyak doa,
Allahumma Yaa Muqallibal Quluub Tsabbit Qalbii ‘alaa Diinika, wa Yaa Mushorrifal quluub shorrif Qolbii ‘alaa Thoo’atika,
Duhai Allah, Tuhan yang Maha membolak balikan hati, mohon teguhkanlah hatiku ini utk tetap berada pada agama-Mu. Duhai Allah, Tuhan yang Maha memberikan petunjuk, condongkan hati kami agar tetap berada pada ketaatan kepada-Mu.
Dalam sebuah riwayat disebutkan, sungguh di dalam jasad setiap manusia terdapat segumpal (daging), manakala ia baik maka baiklah jasad itu seluruhnya. Namun jika gumpalan itu rusak, maka rusaklah jasad itu seluruhnya. Ketahuilah gumpalan itu ialah hati.
Hati yang tampak seperti segumpal daging di dalam dada kitapun pada dasarnya merupakan dunia dengan dirinya sendiri, dunia yang lebih besar dari apa yang pernah kita lihat. Kemudian dari hati kita itu terdapat kitab lebih besar, yakni waktu.
Allah Memaafkan Lintasan Hati Selama Tidak Mengendap
Allah adalah Maha Pengampun, dan dalam keyakinan banyak umat Islam, Dia memaafkan lintasan hati selama tidak mengendap. Ini berarti bahwa Allah akan mengampuni dosa-dosa yang muncul dalam pikiran atau hati seseorang jika seseorang tidak bertindak berdasarkan pikiran atau perasaan tersebut, dan jika seseorang sungguh-sungguh menyesali dosa-dosanya.
Dalam konteks ini, penting untuk diingat bahwa Allah mengerti sifat manusia yang rentan terhadap godaan dan kesalahan, dan Dia Maha Pengasih serta Maha Penyayang terhadap hamba-Nya yang bertobat dengan tulus.
Selain itu, konsep pengampunan Allah juga mengajarkan pentingnya untuk tidak membiarkan dosa-dosa tersebut "mengendap" dalam hati dan pikiran. Ini mengacu pada bahaya memelihara rasa bersalah atau penyesalan yang berlebihan, yang dapat mengganggu kesehatan mental dan spiritual seseorang. Allah mengajarkan untuk memaafkan diri sendiri dan melangkah maju dengan tekad yang kuat untuk tidak mengulangi kesalahan di masa depan.
Dalam Islam, pentingnya memaafkan orang lain juga sangat ditekankan. Ketika kita memaafkan orang lain, kita juga memperoleh keberkahan dan rahmat dari Allah. Tindakan memaafkan bukanlah tanda kelemahan, tetapi sebaliknya, merupakan tanda kekuatan karakter dan kebesaran hati. Dengan mempraktikkan pemaafan, kita mengikuti contoh yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-Nya, serta berkontribusi pada terciptanya kedamaian dan harmoni dalam masyarakat.
Pada saatnya kita akan belajar membaca kitab itu. Meski demikian tidak pantas menunggu untuk belajar membacanya. Cukuplah dengan memperhatikan setiap detik hembusan nafas yang kita hirup dan kita keluarkan. Adakah syukur yang keluar dari dalam diri kita?
*) Diyan Faturahman; Kepala Asrama Putra PERSADA UAD
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow