Muhammadiyah dan Bangsa Itu Satu Tarikan Nafas

Muhammadiyah dan Bangsa Itu Satu Tarikan Nafas

Smallest Font
Largest Font

YOGYA – Ada salah satu materi menarik dalam Dialog Ideopolitor yang diselenggarakan Pimpinan Muhammadiyah Wilayah (PWM) DIY di Gedung AR. Fakhruddin Lantai V Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) hari Ahad (19 Muharram 1445 bertepatan 6 Agustus 2023).

Materi tersebut disampaikan Sekretaris PP Muhammadiyah, Muhammad Sayuti, M.Pd, M.Ed, Ph.D. Ia menyampaikan tentang tata kelola organisasi Muhammadiyah yang modern dan berkemajuan. Juga,  tantangan internal dan eksternal yang dihadapi persyarikatan ini.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

“Di antaranya adalah mempertahankan vitalitas atau daur hidup organisasi dan memenangkan kompetisi dengan gerakan-gerakan baru,” tegas Sayuti.

Persyarikatan Muhammadiyah adalah organisasi yang sangat besar. Meski begitu harus tetap sehat, efektif, dan efisien.

Sedangkan Dr. Sapardiyono, S.Hut., M.H., Wakil Ketua PWM DIY, menyebutkan bahwa Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) Pimpinan Pusat Muhammadiyah pernah menyampaikan partisipasi politik kebangsaan Muhammadiyah dalam menghadapi Pemilu Serentak 2024.

Hal tersebut berlandaskan perjuangan khittah Ujung Pandang (1971), keputusan Muktamar di Surabaya (1978), khittah Denpasar (2002), dan amanat Muktamar ke-48 di Surakarta (2022).

“Karena itulah peran Muhammadiyah tak terbantahkan,” tegasnya dalam materi berjudul “Muhammadiyah dan Politik Kebangsaan” tersebut.

Peran tokoh-tokoh Muhammadiyah sangat sentral dalam perjuangan mendirikan bangsa, seperti KH Mas Mansyur, Ki Bagus Hadikusumo, Prof. Kahar Muzakir, Mr. Kasman Singodimedjo. Karena itulah, Muhammadiyah sebenarnya adalah pemegang saham NKRI.

Sapardiyono juga sampaikan pandangan Syafii Maarif bahwa Muhammadiyah dan perjalanan kebangsaan adalah dalam satu tarikan nafas. Sejak berdiri Muhammadiyah bekerja untuk umat.

Dan hal tersebut sekaligus bekerja untuk kepentingan bangsa. “Bahkan muktamar demi muktamar pada hakikatnya juga satu tarikan nafas dengan konsolidasi bangsa,” tandasnya.

Darul Ahdi wa Syahada dan Risalah Islam Berkemajuan, menurut Sapardiyono, adalah landasan pijak. “Darul ahdi adalah negara yang ditegakkan dan dibangun atas dasar perjanjian atau kesepakatan di antara seluruh rakyat warga negara,” kata Sapardiyono.

Sedangkan konsep Darus Syahadah (negara persaksian) adalah konsep Muhammadiyah ikut menyaksikan dan mengintegrasikan antara Islam dan Indonesia dalam satu tarikan nafas.

Darul ahdi wa ayahada berangkat dari tiga hal. Pertama, adanya kelompok atau beberapa elemen masyarakat, terutama masyarakat muslim, yang masih mempersoalkan relasi antara Islam dengan negara dan mempersoalkan negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila.

Kedua, adanya realitas bahwa sebagai bangsa secara ideologis belum merumuskan dengan sangat eksplisit dan membuat satu penjelasan akademik mengenai negara Pancasila. Ketiga, ada realitas dimana masyarakat Islam dianggap sebagai ancaman terhadap negara Pancasila.

Sapardiyono juga menyinggung konsep kebangsaan di bidang ekonomi yang tidak boleh dipisahkan dari konsep darul ahdi wa syahadah.

Pasal 33 UUD 1945 adalah konstitusi ekonomi. Konsep ekonomi yang liberal, jauh dari semangat konstitusi ekonomi pasal tersebut. (*)


Wartawan: Affan Safani Adham

Editors Team
Daisy Floren
Daisy Floren
MediaMu Author

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow

Berita Terkait

Paling Banyak Dilihat