Lafadz "Afala Ta'qilun" Dorong Manusia Agar terus Berfikir

Lafadz "Afala Ta'qilun" Dorong Manusia Agar terus Berfikir

Smallest Font
Largest Font

mediamu.com - Al-Qur’an merupakan firman-firman Allah yang suci dengan kandungan makna yang mulia sebagai panduan kehidupan umat Islam di dunia. Dengan gaya bahasa yang indah dan penuh makna, Al-Qur’an mampu menyejukkan hati bagi yang membaca dan juga yang mendengarkannya. Selain dalam bentuk kalimat-kalimat pernyataan, Al-Qur’an juga memuat kalimat-kalimat pertanyaan yang bersifat introspektif untuk menyadarkan manusia.

Di antara kalimat pertanyaan tersebut menggunakan lafadz yaitu “Afala Ta’qilun?” (Tidakkah kamu mengerti?), “Afala Tadzakkarun?” (Tidakkah kamu mengambil pelajaran?), “Afala Tubsirun?” (Tidakkah kamu melihat?), “Afala Tasma'un?” (Tidakkah kamu mendengarkan) dan kalimat-kalimat lainnya.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Kalimat yang digunakan untuk menyampaikan perintah berpikir itu. Lafadz “Apakah tidak”, merupakan bentuk kritisisme al-Qur’an yang sangat tajam. Ia sedang menyindir mereka yang tak mau berpikir, merenung dan memperhatikan kehidupan. Dalam ilmu sastra Arab disebut “Istifham Inkari“. Seakan-akan Allah mengatakan “kalian kok tidak berfikir. Ayo berpikir atau pikirkanlah”.

Ayat-ayat Al-Qur'an yang menyebutkan lafadz itu bahkan sudah sangat lama seperti tak lagi memeroleh perhatian yang sungguh-sungguh dari kebanyakan kaum muslimin. Mereka terkesan mengabaikannya. Aktifitas intelektual mereka berhenti berabad-abad.

Bahkan ada kecenderungan baru yang menunjukkan sebagian kaum muslimin anti dialektika intelektual. Ada stigma negatif terhadap penggunaan logika rasional. Teks suci harus diikuti makna tekstualitasnya, bukan rasionalitasnya. Sekelompok kaum muslimin malahan menganggap kreatifitas dan inovasi sebagai kesesatan atau populer disebut “bidah”.

Ada pula kelompok yang anti pendapat lain yang berbeda. Mereka hanya memercayai/membenarkan pendapat dirinya saja, sedang pendapat orang lain salah atau malah “kafir”. Lebih dari itu ada pula kelompok umat Islam yang anti produk pikiran dari Barat atau dari “liyan”, seperti “demokrasi”, “human right”, “nation state” (negara bangsa), Bukan hanya produk konseptualnya, malahan juga produk teknologinya. meski hari-harinya mereka menjalani sekaligus menikmati produk-produk itu.

Jika kita tidak mau berpikir, memikirkan atau bahkan anti intelektualisme, maka kita harus menerima ketertinggalan dan keterpurukan nasib kita. Kita akan terus tertinggal dan termarjinalkan dari panggung sejarah dunia. Kita menjadi konsumen dari produk intelektual dan teknologi orang lain. Ini semua merupakan konsekuensi paling logis yang harus diterima.

Maka jika kita ingin menjadi bangsa yang jaya, tak ada cara bagi kita kecuali kembali kepada kritik al-Qur’an di atas : agar menjadi umat yang berpikir kritis, produktif, terbuka, menggunakan anugerah akal untuk berpikir dan memikirkan ciptaan Tuhan, merefleksikan, mengeksplore dan mengelolanya bagi kesejahteraan umat manusia. Ayo berpikir, jangan emosi. Ayo merenungkan, jangan hanya menghafalkan.

Oleh : Muhammad Fajrul Falaq, Tim Redaksi Mediamu.com

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow

Berita Terkait

Paling Banyak Dilihat