Umat Islam Hadir dalam Angka atau Peran Serta?

Umat Islam Hadir dalam Angka atau Peran Serta?

Smallest Font
Largest Font

Oleh: Nurwanto *)

Populasi umat Islam di dunia semakin bertambah. Ada 1,8 miliar muslim di seluruh penjuru dunia, atau sekitar 25% dari penduduk planet bumi pada 2015. Tahun 2020 pemeluk Islam diperkirakan mencapai 1,9 miliar, dibandingkan dengan 2,3 miliar pemeluk Kristen sebagai penduduk terbanyak. Dengan jumlah yang besar ini, peran umat Islam terus ditunggu kehadirannya di pentas kehidupan masyarakat.

Advertisement
Scroll To Continue with Content

Apabila melihat umat Islam hanya dari jumlah atau angka, keberadaannya tidak selalu menguntungkan. Jumlah manusia yang besar itu memerlukan modal dan dukungan yang besar seperti tempat tinggal, pekerjaan, jaminan kesehatan dan pendidikan. Tanpa dukungan ini, jumlah manusia yang besar itu dapat menjadi tanggungan yang berat. Namun demikian, dengan angka mendekati dua miliar itu, umat Islam perlu menilik dirinya sendiri dari aspek kualitas, seperti tingkat literasi (baca, tulis, pemahaman dan penerapannya), serta peran sertanya dalam kehidupan sehari-hari dan masa depan manusia secara luas.

Menilai peran muslim dalam kehidupan itu penting. Melalui tuntunan-Nya, Allah menjelaskan bahwa “[Orang-orang yang bertaqwa itu adalah] orang-orang yang beriman tentang adanya hal yang ghaib, mendirikan shalat, dan menginfakkan sebagian dari apa yang telah kami berikan; dan orang-orang yang beriman atas apa yang telah Kami turunkan kepadamu (Al-Qur’an) dan apa yang telah diturunkan kepada orang-orang sebelum kamu (Taurat dan Injil), dan mereka yakin atas kehidupan akhirat” (QS Al-Baqarah ayat 3-4). Dalil ini dapat menjadi dasar bahwa kualitas pribadi umat Islam ditentukan oleh kadar keimanan, ibadah (shalat), keilmuan (mengkaji Al-Qur’an), dan kadar kemanfaatan bagi manusia lainnya (melalui infaq). Bila dicermati, perintah shalat pun tidak hanya berhenti dalam gerak dan doa dalam shalat itu sendiri. Namun, diharapkan, kedekatan seorang muslim dengan Allah (melalui shalatnya) dapat membentuk perilakunya yang semakin baik dan terhindar dari keburukan. Oleh karena itu, iman, ibadah dan perilaku di masyarakat adalah satu paket bagi kualitas seorang muslim.

Ajaran Allah di atas perlu dimaknai bahwa Islam lebih mengutamakan kualitas (kecakapan dan peran) dari pada kuantitas (jumlah atau angka). Kembali kepada penjelasan di awal, umat Islam perlu melakukan penilaian terhadap dirinya sendiri; apakah kualitas pribadi dan peran sertanya dalam kehidupan pribadi, keluarga, komunitas dan masyarakat secara luas semakin positif atau negatif; semakin dinamis menggerakkan dan mengubah keadaan ke arah yang lebih baik, atau sebaliknya, peran sertanya semakin memudar. Melemah atau memudarnya peran serta sebagian orang Islam dalam kehidupan masyarakat dapat dipengaruhi oleh semangat keimanan dan pengorbanan yang kian luntur, kurangnya ilmu pengetahuan dan teknologi (sehingga berpengaruh terhadap keterampilannya), ataupun daya dukung finansial yang tidak terkelola dengan baik, serta komunikasi di tengah masyarakat yang tidak solid dan tingginya egoisme kelompok (ta’ashub). Dengan demikian, perpaduan ilmu, iman, ibadah, dan pengabdian sosial adalah totalitas dan kualitas pribadi dan masyarakat muslim itu sendiri. Tanpa kualitas ini, peran serta masyarakat muslim itu akan semakin memudar meskipun jumlahnya besar. Sebagaimana diingatkan oleh Nabiyullah Muhammad Saw, umat Islam dapat seperti “buih di lautan dan terombang-ombang ke sana-ke mari” apabila tidak memiliki tumpuan hidup yang kokoh. Tumpuan hidup itu adalah kualitas iman dan amalan yang bermanfaat (mendatangkan kebaikan). Iman yang benar tentu ditegakkan dalam bingkai ilmu yang kokoh dan keterampilan yang bagus. Iman yang benar semestinya juga berkaitan dengan perbuatan yang baik bagi manusia dan alam sekitarnya. Ilmu, iman dan amal adalah trilogi hidup muslim.

Sekali lagi, jumlah umat yang besar itu perlu, tetapi kualitas hidup itu nomor wahid, alias tidak bisa diabaikan. Islam sebagai atribut bagi pemeluknya perlu dijadikan sebagai agama yang menggerakkan untuk beramal kebaikan dan mencegah kemungkaran yang berdampak jangka panjang; bukan sekedar sebagai kebanggaan dalam jumlah/angka. Apabila hanya bangga dengan jumlah pengikut maka intisari Islam itu sendiri dapat ter(di)lupakan yang sesungguhnya amat mengutamakan keutuhan elemen hidup antara keimanan, peribadatan, pengabdian (pengorbanan), penguasaan ilmu dan penerapannya untuk kebaikan manusia dan alam semesta. Rasulullah SAW pun mengingatkan bahwa amalan yang baik meski sederhana tetapi dikerjakan terus-menerus (istiqamah) itu lebih baik daripada perbuatan baik yang hanya diselesaikan dalam waktu semalam (tanpa istirahat) tetapi tidak diamalkan lagi di hari-hari berikutnya. Semoga, secara bertahap namun pasti, kita semua selalu meningkatkan kualitas iman melalui ibadah yang semakin baik (khusyu’) dan amaliah nyata untuk kebaikan sesama. Dalam kehidupan bermasyarakat, kita juga rela mengorbankan sebagian waktu, tenaga, pikiran, dan harta kita untuk manusia lainnya dengan semata-mata mengharapkan keridhoan Allah. Sebagai pamungkas, jumlah manusia yang banyak tidak akan bermakna apabila jiwa, ilmu dan kemanfaatan hidupnya semakin meredup dan sirna. Wallahu a’lam bishshawab. (*\)


*) Nurwanto, S.Ag., M.A., M.Ed, dosen FAI UMY/ MORA Awardee di Sydney, Australia       

Editors Team
Daisy Floren

What's Your Reaction?

  • Like
    0
    Like
  • Dislike
    0
    Dislike
  • Funny
    0
    Funny
  • Angry
    0
    Angry
  • Sad
    0
    Sad
  • Wow
    0
    Wow

Berita Terkait

Paling Banyak Dilihat