DEVIASI INTELEKTUALITAS DI KALANGAN MAHASISWA
YOGYAKARTA, sebuah nama kota yg serat akan nilai keilmuannya, bahkan nyaris seluruh tanah air mengenalnya sebagai kota pelajar sebuah kota dimana menjamur dari ujung kota Jogja sampai pada pusat kota kaum intelektual yang menjejaki langkahnya di kota darah biru Muhammadiyah ini. Tepat pada tahun 1912 Terkenang sosok pembawa api pembaharuan (K.H. Ahmad Dahlan) Sosok yang adil sejak dalam pemikiran dari kajian yang mendalam sampai pada aksi yg tak terhentikan, senyawa pembaharuan beliau cukup sederhana yakni mempraktekkan apa yg beliau kaji (ilmu) sehingga menghasilkan konsep Al Maun (amal) yg tidak sebatas teori namun d barengi dengan aksi murni penegakan, pembelaan, pemberdayaan kaum mustadhafin yg sangat serat makna dengan bermodal mantra Iman ilmu amal (pelajaran kh Ahmad dahlan 7 falsafah ajaran dan 17 kelompok ayat suci Alquran. KRH Hadjid) beliau mampu membawa api perubahan dengan nyaris sempurna terbukti dg eksistensi Muhammadiyah yg telah masuk abad kedua tidak tertinggal sebagai ortom Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah yang bergerak pada garis intelektualnya telah berumur 54 tahun bergerak dengan ruh unggul dalam moral, anggun dalam intelektual.
Era milenial ini banyak kita jumpai pada aktivis di dunia mahasiswa dimana mereka secara terpaksa memikul beban moral seorang terpelajar yang tinggi secara intelektualitas dan integritas, dimana hal ini menjadi bukti di babak baru era milenial bahwa kaum intelektual hanya berkutat soal teori dan teori ketika ada beberapa kaum intelektual naik tingkat pada tingkatan diskusi namun berhenti pada aksi yg bener bener membumi. Hal ini terbukti agenda para aktivis berteriak lantang hanya pada pusaran teori tidak pada tataran praksis sehingga dari sinilah deviasi (penyimpangan) intelektualitas mahasiswa semakin menjamur dimana mereka sengaja menciptakan deviasi intelektualitas hanya sekedar menutupi label kaum intelektual. Faktanya pemberdayaan yang massif dari para aktivis belum kentara dan terasa bahkan sekalipun beberapa kali mengatasnamakan gerakan intelektualitas namun fakta lapangan pemberdayaan yg difahami hanya berpusat pada donasi pemberian bantuan sifatnya simbolik dan eventual bukan pendampingan pemberdyaan yang seharusnya lebih mencerminkan sisi humanitas dari seorang aktivis intelektual.
Melihat kota Jogja sesak dg teori nol dalam aksi alibinya bukan cultul Jogja yang identik dengan lemah lembutnya tutur kata dan bahasanya, faktanya pagi sebagai kota pelajar sore sampai larut malam berpindah sebagai kota remang remang, tak sedikit org mengenal Jogja degan dunia malamnya sarkem dan stasiun tugu tempat lokalisasi yang tidak bisa dimunafikkan semakin mengalami peningkatan bahkan di antara kawasan mereka berdirilah Sekolah Tinggi Ilmu Agama Islam Masjid Syuhada Yogyakarta (STAIMS) Kampus yang berdiri sejak tahun 1961 Rasanya geli melihat penampakan pandai dalam teori gagal dalam realitas, maka IMM Komisariat STAIMS mencoba memberi warna baru ditengah deviasi intelektualitas kaum akademisi dengan tidak hanya berteori, berdiskusi namun juga pada aksi pemberdayaan kampung lokalisasi yang di edukasi yakni “Negeri Syuhada” sebagai upaya meningkatkan keberfungsian sosial dari masyarakat sekitaran lokalisasi serta para generasi yang akan di berdayakan secara sosial di kawal kesejahteraan melalui penguatan nalar berfikir yang teredukasi dg massif tidak sebatas pemberian donasi secara simbolik dan eventual, meminjam istilah Tauhid sosial dari prof Amin Rais patut kiranya sebagai kaum intelektual sadar bahwa adanya ilmu untuk kepekaan sosial dg kata lain tidak berhenti pada sholeh secara pribadi namun berkewajiban Sholeh secara sosial dengan demikian deviasi intelektualitas di kalangan mahasiswa akan pudar dan musnah.
Baharuddin Rohim
Lamongan, 23 Desember 1993
Alamat : Moyudan Sleman
– Alumni Mu’allimin Jogja
– Pendiri panti asuhan Muh ashabul Kahfi moyudan
– Sekretaris forum panti Muh Aisyah se DIY
– Pendiri IMM Komisariat STAIMS
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow