DAKWAH DI ERA MILLENNIAL
Era Millennial menggambarkan masyarakat yang konsumstif tak berfikir panjang serta daya nalar yang cenderung lemah, terlebih Millennial bukan hanya bicara soal penanda era kelahiran seseorang melainkan Millennial adalah sebuah gaya hidup, bertumbuh di era pergantian abad menjadikan anak-anak muda tersebut mengalami sebuah transformasi gaya hidup yang drastis, terutama sejak dikenalnya pemanfaatan teknologi, kehidupan sosial menjadi nilai penting, didukung dengan kuatnya arus informasi di masa kini lantas sebuah akitifitas penyebaran kebenaran (dakwah) harus selalu di dengungkan sampai dunia berakhir sehingga para pembawa misi kebenaran seyogyanya memahami pola gerakan yang harus di susun secara strategis di era millennial dengan memahamai obyek serta hal pendukung di sekitarnya.
Menjalankan misi kebenaran pastilah manusia harus menempuh jalan komunikasi hal ini senada dengan perintah Allah SWT sebagai manusia harus berimbang antara hububungan kepada Allah SWT (Hablumminallah) dan hubungan kepada manusia (Hablumminannas), pada kasus lain juga di terangkan bahwa kesholehan pribadi akan tidak sempurna jika tidak dibersamai dengan kesholihan sosial (Dari Abu Hamzah Anas bin Malik, khadim (pembantu) Rasulullah saw dari Nabi saw, Beliau berkata, “Tidaklah seseorang dari kalian sempurna imannya, sampai ia mencintai untuk saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri” HR Imam Bukhori) lebih dalam lagi pada surat Al-Maun yang sekarang banyak menjadi kesemangatan para aktivis sosial bergerak dimana dalam surat tersebut dengan tegas Allah SWT memberikan aba-aba bahwa orang yang mendustakan agama ialah orang yang menghardik anak yatim, tidak menganjurkan memberi makan orang miskin, sehingga disini bisa kita ambil simpul bahwa kepekaan social adalah bagian dari sebuah keimanan seseorang dalam mejalankan syariat agamanya, komunikasi dakwah nampaknya dalam hal ini menjadi bagian pembahasan yang tepat dimana para manusia pembawa misi kebenaran ia harus mampu membahasakan dengan tepat di depan para obyeknya sehingga di dalam komunikasi dakwah sudah sangat jelas capaian yang di harapkan yakni komunikasi yang efekstif, efesien, berorientasi dan berprioritas dengan 4 hal ini komunikasi dakwah tidak sebatas manusia di terima di tengah masyarakat namun di tengah masyarakat mampu membawa misi secara cultural.
Masyarakat majemuk pastilah mempunyai varian kultur budaya sehingga menjadikan perhatian bagi pembawa misi kebenaran untuk mengetahui unsur dakwah mempunyai banyak bagian meliputi pembawa misi kebenaran (pendakwah), obyek dakwah (mad’u), tema (misi), metode (efektif, efesien, berorientasi, berprioritas) disinilah pembacaan haruslah teliti dimana pertama; pembawa misi kebenaran harus mampu mengukur kapasitas keilmuan sehingga dalam medan perang ia faham porsi tugas, kedua; obyek dakwah para pembawa misi kebenaran haruslah faham peta bagaimana obyek dakwah yang akan di hadapi baik latar belakang sosio kultur, ekonomi kultur, bahkan politik kultur, dengan demikian pembawa msisi kebenaran mampu melangkah dengan tepat sasaran (taktis dan strategis), ketiga; tema (misi) pada poin ini para pembawa misi kebenaran tidak hanya sekedar mngikuti request para obyek dakwah melainkan mereka haruslah mempunyai misi dimana misi di artikan sebagai kebenaran hakiki serta mampu masuk pada semua kalangan (kebenaran mutlak, nurani) sehingga menjadikan para pendakwah mempunyai satu kesamaan dalam pendekatan terhadap obyek dakwahnya, keempat; metode adalah hal yang sangat fital dalam pembawa misi kebenaran karena didalamnya mempunyai kepiawaian dalam mengeksekusi lapangan adapun metode atau strategi pendakwah didalamnya sewajibnya memperhatikan efektifitas, efisiensi, orientasi, dan skala prioritas dengan demikian metode yang akan di gunakan akan lebih taktis dan strategis.
Metode dan segala bentuk cara menyerukan kebenaran tidak lepas dari perhatian kepada nalar berfikir sehingga nalar menjadi posisi trendsetter dalam misi kebenaran hal ini di dasari karena manusia memiliki pola fikir, paradigm yang berbeda beda meski demikian nalar bisa di bentuk dan di arahkan sehingga manusia dalam kajian dakwah di bagi menjadi dua bagian yakni manusia dakwah (belum simpati) dan manusia ijabah (sudah simpati) dimana di kedua bagian manusia tersebut para pembawa misi kebenaran haruslah mampu menempatkan kapan dan dimana saatnya mereka menggunakan pendekatan yang efektif, efesien, berorientasi, dan berpriorotas maka yang pertama; pendekatan kepada manusia dakwah bisa mendahulukan penedekatan nalar rasionalitas (Nalar Aqliyah) barulah pada ranah dasar pijakan (Nalar Naqliyah) kedua; pendekatan kepada manusia ijabah para pembawa misi kebenaran ahrsu mendahulukan ranah mendasar (Nalar Naqliyah) barulah di semai dengan rasionalitas (Nalar Aqliyah) mengapa nalar naqliyah haruslah ada.
Akhirnya menjadi tawaran solusi kepada suluruh pembawa misi kebenaran untuk memahami komunikasi dakwah tidak sebatas di terima di masyarakat melainkan pembawa misi kebenaran harus mempunyai skala prioritas di kandung maksud dengannya penyebaran kebenaran akan tersebar secara efektif dan efesien, dalam konteks ini para pembawa misi kebenaran haruslah mampu membawa titik persamaan dalam ruang lingkup keberagaman melalui pendekatan “Nalar Aqliyah – Nalar Naqliyah” kepada masyarakat dakwah serta pendekatan “Nalar Naqliyah – Nalar Aqliyah” kepada masyarakat Ijabah.
Oleh : Baharuddin Rohim
(Ketua Komisariat IMM Staims syuhada Yogyakarta)
What's Your Reaction?
-
Like
-
Dislike
-
Funny
-
Angry
-
Sad
-
Wow